PADANG PANJANG (1/9/2021) - Mesin jahit mayoritas merk Butterfly, tanpak disusun berjajar di sebuah petak kedai sederhana di jalan lingkar belakang Pasar Pusat Padang Panjang, Ahad. Beberapa buah di antaranya, juga tampak mesin jahit kategori antik. Seperti, Singer buatan Jerman tahun 1930-an dan Standar buatan Amerika tahun 1920-an.
Walau kedai ini tampak sepi dalam kesehariannya, Abdul Aziz (68) tetap setia membuka satu-satunya sumber nafkah keluarganya itu, yang terletak di jalan lingkar belakang Pasar Pusat Padang Panjang.
"Dulu, pernah usaha seperti ini sekitar tahun 70-an," kata Abdul Azis mengawali ceritanya.
Sembari menonton siaran televisi tabung 18 inchi, pria berperawakan kurus ini menuturkan, jasa service mesin jahit ini kembali dilakoninya sejak 3 tahun terakhir. Sebelumnya, pria asal Kampung Jambak, Kelurahan Guguk Malintang, Kecamatan Padang Panjang Timur (PPT) itu, jadi tukang ojek sejak tahun 2002 hingga 2018.
"Setelah tak lagi ngojek, kepandaian saya hanyalah service mesin jahit ini. Kemudian, permak celana jeans," tukas Abdul Azis sembari menyeruput kopi dari segelas cangkir yang ditaruhnya di dekat susunan mesin jahit.
Menurut Abdul Aziz, pendapatan dari usaha yang digelutinya ini, bak rezeki harimau. Namun, dia tetap optimistis, akan janji Allah terhadap hamba yang terus berusaha.
"Ketika lagi banyak service dan permintaan mesin jahit, bisa untuk kebutuhan sekian hari. Memang, kondisi Pandemi Covid19 mempengaruhi usaha saya. Kadang, seminggu tidak ada jual beli (transaksi-red)," ujarnya.
Harga service mesin jahit, jelas Aziz, bervariasi tergantung kerusakan. Berkisar Rp150 ribu sampai dengan Rp250 ribu.
"Sepanjang onderdilnya ada untuk diganti, Insyaa Allah bisa diperbaiki. Selama ini yang service, alhamdulillah tidak ada yang komplain," tuturnya.
Untuk mesin jahit tertentu keluaran lawas tahun 1920-1930, kata Aziz, bila dijual bisa mencapai Rp1,5 juta sampai Rp2,5 juta.
"Mesin tua itu besinya bagus. Buatan dulu, beda sekali kualitasnya. Tak seperti mesin sekarang yang besinya cepat memuai, rapuh. Mesin jahit dulu, sampai cucu cicit, masih kuat," jelasnya dengan nada meyakinkan.
Sementara, untuk membeli mesin jahit dari orang yang datang, Aziz cukup hati-hati. Tak mau nanti mendapat barang curian dan dituduh penadah.
"Dari gelagat, biasanya, ada itu anak muda. Saya tak mau beli, karena curiga," katanya.
Adapun untuk permak celana jeans, hanya Rp20 ribu saja. "Rasanya sudah tidak mahal, tapi masih ada saja yang menawar. Tapi tak apalah," sebutnya sambil tersenyum.
Aziz hanya berharap, masa tuanya tak menyusahkan orang lain.
"Selagi nafas ini masih berhembus, dikasih Allah kekuatan untuk berusaha, saya tetap berusaha dan semoga jadi amal ibadah," harapnya. (kyo)
Editor : Devan Alvaro