Peringatan Hakordia 2021, Firli: Indonesia Seharusnya Sudah Bersih dari Tikus dan Kecoa

Jumat, 10 Desember 2021, 08:16 WIB | News | Nasional
Peringatan Hakordia 2021, Firli: Indonesia Seharusnya Sudah Bersih dari Tikus dan Kecoa
Ketum JMSI, Teguh Santosa (kiri) berdialog dengan Ketua KPK, Firli Bahuri tentang Hakordia 2021 di Jakarta, Kamis malam.

JAKARTA (10/12/2021) - Dengan keterbukaan atau transparansi yang jadi salah karakter utama sistem demokrasi, seharusnya praktik korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di negeri ini tidak lagi terjadi. Atau setidaknya berkurang signifikan.

Demikian dikatakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam perbincangan terkait pelaksanaan Hari Korupsi Dunia (Hakordia) 2021 dengan Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa, Kamis malam (9/12/2021) .

Di era non-demokrasi, ungkap Firli, pejabat publik dapat berbuat sekehandak hati mereka, tanpa kontrol dari masyarakat. Abuse of power jadi tradisi dan pada akhirnya membawa Indonesia ke dasar jurang krisis multidimensi di tahun 1998.

"Demokrasi datang bagai cahaya matahari yang menyapu rumah, yang sudah terlalu lama tertutup dan pengap. Kala pintu dan jendela rumah terbuka, cahaya matahari masuk, maka tikus dan kecoa akan keluar dari sarang dan persembunyiannya. Tikus dan kecoa tidak bisa hidup dalam ruangan terbuka, bersih, terang dan penuh cahaya. Itulah yang menjelaskan fenomena meningkatnya kasus korupsi pasca reformasi," ujar Firli.

Baca juga: JMSI dan KPU RI Tandatangani Nota Kesepahaman Kepemiluan

Dalam perbincangan di kediamannya di kawasan Galaxy, Bekasi Barat, Firli Bahuri menggunakan "kurva J" untuk menjelaskan perjalanan Indonesia dari era non-demokrasi yang serba tertutup ke arah demokrasi yang karakter utamanya adalah keterbukaan.

Dia melanjutkan, sudah 23 tahun Indonesia hidup di era demokrasi yang terbuka. Bila diandaikan sebagai rumah, Indonesia hari ini seharusnya sudah bersih, terang dan penuh cahaya, serta tidak ada lagi ruang kumuh yang tertutup sebagai tempat yang nyaman bagi tikus dan kecoa.

Jika korupsi masih banyak, maka hanya ada tiga kemungkinan penyebabnya. Pertama, masih ada masalah dalam regulasi. Kedua, ada masalah dalam pelembagaan demokrasi. Ketiga, budaya antikorupsi belum tumbuh subur dan mapan di tengah masyarakat.

Di sisi lain, transparansi dan keterbukaan di era demokrasi, seharusnya juga berdampak pada kualitas pejabat publik. Sayangnya dalam praktik yang kerap terjadi, calon pejabat publik bukanlah seseorang yang memiliki kapasitas yang memadai karena merupakan hasil dari politik transaksional.

Baca juga: Kembar Winda-Windi Ramaikan Pengukuhan JMSI Jambi

Untuk mendapatkan pemimpin berkualitas, seharusnya tidak ada lagi Pilkada, Pileg dan Pilpres yang membutuhkan ongkos politik yang mahal, sehingga pemimpin yang terpilih tidak tersandera kepentingan pihak lain.

Halaman:

Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:

Bagikan: