Mainkan Orkestrasi Pemberantasan Korupsi di Semua Kamar Kekuasaan

Kamis, 10 Maret 2022, 20:05 WIB | News | Nasional
Mainkan Orkestrasi Pemberantasan Korupsi di Semua Kamar Kekuasaan
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri saat didaulat jadi Inspiring Speaker dalam Simposium Demokrasi yang digelar Pro Democracy Watch (Prodewa) di Jakarta, Kamis.

JAKARTA (10/3/2022) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri menegaskan, pemerintah memerlukan kontrol. Kalau tidak, maka setahap demi setahap akan tercipta ketidakadilan dan institusi politik akan diisi oleh orang-orang yang korup.

Kontrol ini, terangnya, sejalan dengan adagium yang dipopulerkan Lord Acton bahwa power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.

"Sebuah negara yang terlalu korup, akan menghasilkan taraf kemiskinan dan kesulitan hidup yang intensif, karena di dalamnya tidak ditemukan hukum-hukum maupun institusi-institusi yang memadai untuk mengendalikan hasrat sewenang-wenang untuk berperilaku korup dalam sistem secara merajalela," tegas Firli Bahuri saat didaulat jadi Inspiring Speaker dalam Simposium Demokrasi yang digelar Pro Democracy Watch (Prodewa) di Jakarta, Kamis.

Kegiatan tersebut dibuka Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo dan juga dihadiri antara lain Menteri Investasi, Lahadalia dan Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Teguh Santosa.

Baca juga: 4 Kepala Daerah Termiskin di Sumbar, Cuma Punya Mio Jadul

Prodewa yang dipimpin M Fauzan Irvan, adalah wadah berhimpun mantan aktivis organisasi intra kampus. Kegiatan Simposium Demokrasi dihadiri puluhan anggota Prodewa dan diselenggarakan dalam rangka menjalin silaturahmi dan konsolidasi.

Firli menambahkan, ruh demokrasi adalah keterbukaan, transparansi, dan akuntabilitas. Dengan demikian seharusnya di era demokrasi sudah tidak ada lagi korupsi.

"Ruh keterbukaan ini harusnya menjadi mimpi buruk bagi pelaku korupsi," tambahnya.

Dikesempatan itu, Firli Bahuri juga membandingkan pandangan dua pemikir hukum konstitusi yakni Friedrich Julius Stahl (1802-1861) dan A.V. Dicey (1835-1922), yang menawarkan kerangka kerja negara demokrasi berdasarkan hukum.

Baca juga: Dugaan Korupsi Proyek Jalur Ganda Kereta Api, KPK Tetapkan Pengusaha Muhammad Suryo jadi Tersangka

Friedrich Julius Stahl menggunakan istilah negara hukum atau rechtsstaat, sementara A.V. Dicey memakai istilah rule of law.

Halaman:

Penulis:
Editor:
Sumber:

Bagikan: