Lisda Hendrajoni Himpun Masukan tentang RUU TPKS dengan Pengda JMSI Sumbar: Miskin serta Rendahnya Pendidikan dan Pemahaman Agama jadi Faktor Dominan Pemicu TPKS

Sabtu, 26 Maret 2022, 19:39 WIB | News | Provinsi Sumatera Barat
Lisda Hendrajoni Himpun Masukan tentang RUU TPKS dengan Pengda JMSI Sumbar: Miskin serta...
Anggota Fraksi Partai Nasdem yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Hj Lisda Hendrajoni salam lima jari sebagai pertanda penolakan kekerasan seksual pada sosialisasi RUU TPKS bersama anggota Pengda JMSI Sumbar, di Padang, Sabtu.

PADANG (26/3/2022) - Kekerasan seksual sangat dekat kemiskinan. Rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman nilai-nilai keagamaan, merupakan faktor pemicu dominan lainnya, yang membuat terus berulangnya kejadian kekerasan seksual di tengah-tengah masyarakat.

Demikian pengantar diskusi disampaikan Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), Hj Lisda Hendrajoni saat menghimpun masukan, tanggapan dan saran bersama Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (Pengda JMSI) Sumatera Barat, di Padang, Sabtu siang.

"Saya pernah menemukan kejadian kekerasan seksual di sebuah rumah tangga. Pelakunya adik kakak. Setelah saya telusuri, mereka bukan lah korban terpapar pornografi atau sejenisnya. Handphone seharga ratusan ribu saja mereka tak mampu membeli. Televisi juga tak punya. Mau terpapar dari mana, tinggalnya di kampung pula," ungkap Lisda.

"Saya telusuri, kekerasan seksual itu terjadi karena faktor melihat langsung orang tuanya berhubungan badan. Memiriskan memang. Tapi, ini terjadi karena kediaman mereka tak ada kamarnya. Mereka sangat miskin, yang kemudian berefek negatif pada tumbuh kembang kejiwaan anak-anaknya," tambah Lisda, anggota Fraksi Partai Nasdem yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Diketahui, RUU TPKS ini telah jadi RUU inisiatif DPR RI seiring ditetapkannya dalam sidang paripurna pada 18 Januari 2022. Kemudian, pemerintah juga telah menindaklanjutinya seiring terbitnya Surat Presiden (Surpres) RI No R.05/Pres/02/2022 tanggal 11 Februari 2022 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk Membahas RUU TPKS dan Daftar Invetarisasi Masalah (DIM).

"Di tingkat Panja RUU TPKS, juga masih belum memutuskan, kementrian mana yang akan jadi leading sector setelah disahkan nanti. Apakah Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan atau Kementrian Hukum dan HAM," ungkap Lisda.

Menjawab tanya peserta diskusi, Helmi Boy, seputar belum tersosialisasikannya dengan baik RUU TPKS ini ketengah masyarakat sebagaimana rilis survei Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebutkan, baru 39 warga yang tahu atau pernah mendengar RUU tersebut, Lisda menyebut, hal itu disebabkan DPR RI yang tidak memiliki anggaran khusus untuk menyosialisasikan kerja-kerja kenegaraan yang tengah dilakukan.

"Hampir semua angota DPR RI, termasuk saya, selalu menyempatkan diri untuk menyosialisasikan kerja-kerja kenegaraan yang dilakukan melalui berbagai pertemuan yang digelar di daerah pemilihan terutama selama masa reses (istirahat sidang-red). Seperti sekarang bersama JMSI Sumbar, saya menghimpun masukan dan saran terkait RUU TPKS," ungkap Lisda yang juga anggota Dewan Pakar Pengda JMSI Sumbar seputar tak massifnya informasi tentang RUU TPKS.

Di dalam pertemuan itu, berbagai masukan diterima Lisda. Seperti yang disampaikan Rudi Antono, founder media siber scintia.id. "Panja RUU TPKS ini harus memastikan, tidak ada defenisi multi tafsir, terhadap pasal-pasal yang disusun. Terutama terkait dengan penggunaan frasa 'tidak dipaksa,' 'suka sama suka,' dan frasa frasa lainnya yang berkemungkinan multitafsir," ungkap Rudi.

Pentingnya mendudukan perspektif RUU TPKS terhadap pelaku dan korban kekerasan seksual yang melibatkan anak-anak, juga disorot penanggungjawab media siber valoranews.com, Al Irman. Juga penting didudukan persepktif pembuat undang-undang terhadap pelaku LGBTQ.

"Dalam UU Narkoba, pelakunya adalah korban. Untuk RUU TPKS ini, DPR sebagi inisiator RUU, seperti apa memandangnya. Apakah pelaku kekerasan seksual atau LGBTQ ini dianggap korban juga," terangnya.

Halaman:

Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:

Bagikan: