"Saat rumah selesai, IMA mengambil kunci dari tukang dan kemudian langsung menempatinya tanpa meminta izin pada kami selaku pengembang," ungkap Elvi.
Karena proses pemecahan sertifikat tanah memakan waktu sangat lama, ungkap Elvi, akhirnya IMA beserta belasan pembeli lainnya, menempati rumah yang dibangun perusahaannya itu berlangsung hingga 10 tahun lebih.
"Saat sertifikat sudah jadi dan dipecah sesuai kaplingan pada tahun 2023 lalu, baru saya menghubungi para pembeli yang telah menempati rumah itu, untuk menyelesaikan administrasi jual beli," ungkap Elvi.
"Sebagian ada yang kooperatif. Bahkan, ada yang berterus terang, bahwa dia saat ini tidak mampu untuk melakukan pembayaran. Karena kooperatif, kami memberikan kemudahan-kemudahan pula," tambah Elvi.
Khusus untuk IMA dan beberapa pembeli lainnya, mereka tidak kunjung kooperatif. Padahal, masih belum ada perikatan apapun secara tertulis, atas pemberian uang muka yang telah dibayarkan dulu."Malahan, mintanya aneh-aneh. Uang pelunasan akan dibayarkan jika sertifikat sudah dibalik namakan. Kemudian, transaksinya dengan pengacara pula," terang Elvi.
"Seharusnya, transaksi jual beli itu dengan notaris. Bukan pengacara," tambahnya. (*)
Editor : Mangindo Kayo