Festival Maek akan Dihadiri Arkeolog dan Seniman Dunia, Supardi: Peradaban Megalitik Maek Potensi Mengubah Sejarah Asia

×

Festival Maek akan Dihadiri Arkeolog dan Seniman Dunia, Supardi: Peradaban Megalitik Maek Potensi Mengubah Sejarah Asia

Bagikan berita
Ketua DPRD Sumbar, Supardi didampingi Jefrinal Arifin (Kadis Kebudayaan), S Metron (Kurator), Donny Eros Djarot (Direktur Festival) memberikan keterangan pers tentang Festival Maek di ruang khusus I DPRD Sumbar, Selasa. (humas)
Ketua DPRD Sumbar, Supardi didampingi Jefrinal Arifin (Kadis Kebudayaan), S Metron (Kurator), Donny Eros Djarot (Direktur Festival) memberikan keterangan pers tentang Festival Maek di ruang khusus I DPRD Sumbar, Selasa. (humas)

PADANG (9/7/2024) - Ketua DPRD Sumbar, Supardi menilai, Menhir di Nagari Maek berpotensi jadi era baru industri pariwisata Sumatera Barat bahkan Indonesia.

"Ada 1 tengkorak dan 6 kerangka rahang diekskavasi tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1985 dan 1986 di Nagari Maek. Disimpulkan, kerangka 7 individu berciri ras mongoloid," ungkap Supardi.

Hal itu dikatakan Supardi pada wartawan, saat sosialisasi Festival Maek Tahun 2024 di Ruang Khusus 1 DPRD Sumbar, Selasa. Maek merupakan sebuan nagari (desa) Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Limapuluh Kota.

Ikut hadir, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Jefrinal Arifin, S Metron (Kurator), Donny Eros Djarot (Direktur Festival), Zardi Syahrir (Kabag Perundang-undangan DPRD Sumbar) serta sejumlah staf Dinas Kebudayaan Sumbar.

Festival Maek ini terdiri dari berbagai rangkaian kegiatan yang puncak kegiatannya dilaksanakan pada tanggal 17-20 Juli 2024.

Dikatakan Supardi, peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia dan luar negeri serta Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN (LIPI-red), telah melakukan ekskavasi dan riset untuk mengungkap peradaban megalitik Nagari Maek.

Ekskavasi merupakansalah satu teknik pengumpulan data melalui penggalian tanah yang dilakukan secara sistematik, untuk menemukan suatu atau himpunan tinggalan arkeologi dalam situasi in situ.

"Banyak pendapat yang menebak-nebak usia Kawasan Megalitik Maek, mulai dari yang paling tua menembus angka hingga 4000 sebelum masehi, hingga paling muda di masa Islam abad ke-15 mahesi," ungkap Supardi.

"Jika perkiraan tahun paling tua itu benar, maka itu hanya berjarak 1000 tahun dengan sejarah Nabi Nuh AS yang terjadi 5000 SM. Ini akan mengubah sejarah Sumatera Barat, Indonesia bahkan kawasan Asia," tambah Supardi.

Terkait data pasti umur peradaban Maek, menurut Supardi, perlu dilakukan beragam pendekatan ilmiah dan uji laboratorium.

"Kini, penelitian peradaban Maek telah dilakukan peneliti asal Australia. Informasi yang kita terima dari Australia, tahapan penelitian terhadap sampel kerangka individu yang kita kirimkan, telah memasuki fase ke-12 dari 13 tahapan pengujian," ungkap Supardi.

Di antara penelitian yang dilakukan, tes DNA yang merupakan tahapan ke-11 dan analisis carbon dating C14 (tahapan ke-12).

"Ini merupakan langkah maju dalam mengungkap peradaban Megalitik Maek," ungkap Supardi.

Menurut Supardi, cerita tambo tentang Ranah Minang akan berubah drastis, jika misteri peradaban megalitik Nagari Maek terungkap berdasarkan hasil penelitian di Australia ini.

"Dari tuturan lisan seorang kerabat kerajaan Pagaruyung, Prof Puti Reni Raudhah Thaib pada kami, pengangkatan Raja Pagaruyung, diawali dengan semacam ritual 'permintaan restu' ke Nagari Maek," ungkap Supardi.

"Jika tuturan lisan Prof Raudhah Thaib itu disandingkan dengan kajian ilmiah tentang misteri peradaban Maek yang akan diungkap peneliti Australia ini menunjukan adanya peradaban Sebelum Masehi (SM), tentunya kisah atau cerita tambo Minangkabu, akan beralih ke Maek," terang Supardi.

Perubahan kisah tentang Tambo Minangkabau ini, juga diperkuat dengan hasil ekskavasi di Situs Bawah Parit yang membawa pada satu pendapat, bahwa lokasi tersebut di masa lampau berfungsi sebagai situs penguburan.

"Ini menandakan, adanya peradaban di Nagari Maek. Jika peradaban ini berkembang di periode sebelum masehi, tentunya akan jadi temuan baru bagi dunia," tukas Supardi.

Untuk penelitian lebih mendetail dalam mengungkap peradaban Megalitik Maek, terangnya, memerlukan dana besar dengan melibatkan peneliti lintas disiplin ilmu. Tentunya, juga memerlukan waktu penelitian yang panjang.

"Festival Maek ini sengaja kita gagas, agar dunia menaruh perhatian lebih terhadap keberadaan Situs Bawah Parit yang menyimpan 32 situs Menhir di kawasan seluas 22 hektar," ungkap Supardi.

"Festival Maek ini juga bertujuan untuk memancing perhatian Unesco dan peneliti dunia lainnya, untuk mengungkap peradaban di Lembah Maek ini."

"Dilihat dari bukti fisik Menhir yang ada, peradaban di Nagari Maek ini sepertinya sudah maju sebagaimana Angkor Wat di Thailand. Kini, Angkor Wat telah jadi warisan dunia oleh Unesco," tambah Supardi.

Banyaknya misteri yang belum terungkap di Maek, ungkap Supardi, telah memancing minat sejumlah peneliti, arkeolob dan seniman dunia, untuk hadir di festival yang melibatkan anak nagari itu.

"Ini mimpi saya yang tertunda. Karena sudah sejak lama direncanakan. Festival ini ditargetkan membuka cakrawala pemerintah daerah dan pusat, terhadap potensi besar yang ada di Maek," ungkap Supardi.

"Festival Maek ini sekaligus jadi momentum bangkit dan memperkenalkan wisata budaya Sumbar di pentas dunia sebagaimana telah lebih dulu dilakukan Yogyakarta dan Bali," tegas Supardi.

Dibiayai Anggaran Pokir Supardi

Kepala Dinas Kebudayaan Sumatera Barat, Jefrinal Arifin menyampaikan, Festival Maek ini digelar dari anggaran pokir Supardi.

Sebelum acara puncak, tanggal 14-17 Juli 2024, digelar pra festival dan workshop kekaryaan. Yakni kolaborasi dengan peserta anak-anak Maek yang dibimbing Direktur Festival, Donny Eros Djarot, termasuk komposer dari Jerman dan Indonesia.

Rangkaian Festival Maek ini, lanjut Jefrinal, juga ada residensi 4 seniman yaitu Iyut Fitra.yang akan membacakan puisi, Yudilfan Habib, Widdy Asriantor dan Satri Koa Putra untuk Sketsa.

"Juga ada lomba feature, lomba foto essay untuk semua fotografer. Materi karya foto yang dilombakan, merupakan foto yang diambil selama helat Festival Maek. Juga lomba video Festival Maek," ujar Jefrinal.

Selain Pameran yang digelar pada 14-17 Juli yang bekerjasama dengan Balai Pelestarian Budaya, juga ada diskusi pada 13-16 Juli di Cafe Agamjua Payakumbuh.

Diskusi dengan berbagai topik akan menghadirkan pembicara dari Jepang, Mesir dan Indonesia. (*)

Editor : Mangindo Kayo
Tag: