Hasil Riset 40 Tahun Terakhir tentang Peradaban Megalitik Maek Dipamerkan di Gedung Gambir, Berakhir 20 Juli

×

Hasil Riset 40 Tahun Terakhir tentang Peradaban Megalitik Maek Dipamerkan di Gedung Gambir, Berakhir 20 Juli

Bagikan berita
Ketua DPRD Sumbar, Supardi mencermati dokumentasi riset tentang peradaban megalitik Maek pada pameran dan diskusi bertajuk 'Membentangkan Maek," di Gedung Gambir Fakultas Pertanian Unand, Kota Payakumbuh, Ahad. (humas)
Ketua DPRD Sumbar, Supardi mencermati dokumentasi riset tentang peradaban megalitik Maek pada pameran dan diskusi bertajuk 'Membentangkan Maek," di Gedung Gambir Fakultas Pertanian Unand, Kota Payakumbuh, Ahad. (humas)

PAYAKUMBUH(14/7/2024) - Hasil riset terbaru tentang peradaban megalitik Maek, akan disajikan untuk pertama kalinya pada event pameran dan diskusi bertajuk 'Membentangkan Maek," di Gedung Gambir Fakultas Pertanian Unand, Kota Payakumbuh, Ahad.

"Pada moment pameran dan diskusi yang merupakan pra-event Festival Maek ini, pengunjung akan mendapat informasi terbaru tentang peradaban megalitik Maek berdasarkan berbagai hasil riset selang 40 tahun terakhir," ungkap Ketua DPRD Sumbar, Supardi, saat membuka kegiatan.

Pra-event Festival Maek ini bakal digelar tanggal 17-20 Juli 2024. Pameran ini terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi mulai pukul 15.00-16.00 WIB.

Maek sendiri dikenal sebagai "Negeri Seribu Menhir" yang masih menyimpan misteri peradaban masa lampau di Ranah Minang. Maek sendiri merupakan sebuan nagari (desa) Kecamatan Bukit Barisan, Kabupaten Limapuluh Kota.

Pada pameran tersebut ditampilkan berbagai jejak sejarah peradaban Maek. Termasuk salah satunya fosil hasil ekskavasi kuburan yang berada di bawah menhir.

Ikut hadir pada pembukaan pameran, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Jefrinal Arifin, Wakil Ketua DPRD Payakumbuh, Wulan Denura dan tokoh lainnya.

Dalam sambutannya, Supardi menyebut, pameran ini bertujuan untuk memperkenalkan Maek dan peradabannya pada masyarakat luas. Pameran ini sekaligus membentangkan sejarah dan peradaban Maek.

"Menhir sebagai jejak peradaban di Maek, masih menyimpan banyak misteri. Pada pameran ini, masyarakat bisa melihat hasil penelitian para ahli, termasuk artefak kuno yang bagian tak terpisahkan dari peradaban Maek," ungkap Supardi.

Selain fosil manusia, pada pameran tersebut juga dipajang penjelasan tentang menhir, sketsa Maek, ukiran menhir dan proses penelitian yang sudah dilakukan.

"Dengan mendatangi pameran ini, pengunjung dipastikan akan memahami tentang Maek yang seharusnya menjadi kebanggaan kita," ucap Supardi.

Sementara, peneliti dari Balai Riset Inovasi Nasional (BRIN), Triwurjani, dalam diskusi bertajuk "Riset Perjalanan Maek," menyambut baik festival ini sebagai bentuk mengenali sejarah nenek moyang.

Arkeolog ini menyebut sangat jarang tokoh yang memberikan perhatian serius terhadap budaya dan benda purbakala.

"Kami tim dari BRIN sengaja membawa fosil tengkorak manusia hasil ekskavasi Tahun 1985, sebagai bentuk penghargaan atas kegiatan ini," ungkapnya.

"Semoga, dengan festival ini bisa memberikan dampak positif terhadap perkembangan pengetahuan," harap Triwurjani.

Dua hari berikutnya, para pakar arkeologi dari dalam dan luar negeri juga akan menggelar diskusi dengan beberapa tema. Di antaranya, 'Simbol dan Peradaban Kuno' oleh ahli dari Mesir.

Kemudian, 'Maek Sebagai Warisan Dunia,' oleh guru besar dari Universitas Andalas.

Kemudian, diskusi 'Maek dan Masa Depan Peradaban' serta 'Maek dan Asal Mula Bahasa Minangkabau.'

Gali Potensi Budaya

Sementara itu, Jefrinal Arifin mengatakan, potensi budaya yang ada di Sumatra Barat mesti lebih digali ke depannya.

"Kita mesti merawat dan menggali potensi dari semua cagar budaya dan kebudayaan yang ada di Sumbar. Itu semua mesti dijaga dan bermanfaat bagi masyarakat," ucapnya.

Dijelaskan, beberapa provinsi lain di Indonesia telah mengubah paradigma pariwisatanya. Sebut saja Bali dan Yogyakarta.

Dua provinsi itu telah menggeser cara untuk menggaet wisatawan atau turis ke daerahnya dengan menonjolkan sisi budaya.

Dengan adanya kedatangan turis ini, perekonomian masyarakat yang merawat budaya dapat bergulir. Hal ini secara tidak langsung bakal menambah keinginan masyarakat untuk merawat benda budaya.

Maek adalah pintu untuk membuka paradigma tersebut di Sumatera Barat. Ia dan Dinas Kebudayaan Sumbar bakal mengembangkan hal serupa di beberapa tempat lainnya.

"Semoga apa yang kita usahakan di Maek, bisa memajukan kebudayaan di Sumbar," harap Jefrinal.

Pameran Hasil Riset Maek ini merupakan rangkaian kegiatan Festival Maek yang digelar melalui Dana Pokir Ketua DPRD Sumbar, Supardi.

Puncak festival dilaksanakan di Maek pada tanggal 17-20 Juli mendatang di Nagari Maek. Berbagai atraksi dan kesenian dalam dan luar negeri akan ditampilkan secara spektakuler. (*)

Editor : Mangindo Kayo
Tag: