PEKANBARU (2/1/2025) - DPRD Riau setujui Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas pada sidang paripurna yang digelar, Kamis.
“Ranperda Disabilitas ini tidak hanya merupakan perintah undang-undang, tetapi juga jadi prioritas yang harus diterapkan tahun 2025,” ungkap Ketua DPRD Riau, Kaderismanto saat membuka rapat paripurna.
Rapat paripurna perdana ini sekaligus menandai pembukaan masa sidang II tahun 2025. Dari eksekutif, tampak hadir Pj Sekda Riau, Taufiq OH, Forkopimda, pimpinan OPD dan undangan lainnya.
Dikatakan Kaderismanto, Ranperda ini disusun melalui pembahasan mendalam, termasuk analisis terhadap naskah akademik dan draft Ranperda.
Kemudian, pembulatan serta pengharmonisasian Ranperda dilakukan oleh Bapemperda DPRD Riau. Juga telah mendapatkan arahan dari Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Ditjen Otda) Kemendagri.
Ia menegaskan pentingnya regulasi untuk menjamin kesetaraan dan perlindungan hak penyandang disabilitas.
Selain itu, rapat yang dilakukan Bapemperda bersama Kemendagri didapati beberapa catatan penting.
Satu di antaranya adalah agar Ranperda ini diintegrasikan dalam dokumen pelaksanaan dan penganggaran.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa regulasi ini dapat diimplementasikan secara efektif dan memiliki alokasi dana yang memadai.
“Kemendagri meminta agar Perda ini dimasukkan dalam dokumen pelaksanaan dan penganggaran,” jelasnya.
Diterangkan, berdasarkan rapat tersebut telah direkomendasikan agar unit-unit pelayanan disabilitas diperbanyak di berbagai instansi, seperti Dinas Koperasi dan UMKM.
Langkah ini diyakini dapat meningkatkan akses penyandang disabilitas terhadap layanan publik yang lebih inklusif, terutama di sektor ekonomi dan usaha kecil.
Namun, satu poin yang jadi perhatian adalah pengaturan unit pelayanan disabilitas di tingkat pendidikan tinggi.
Kemendagri menilai, hal ini berada di luar kewenangan pemerintah provinsi, sehingga perlu dikaji lebih lanjut agar tidak berbenturan dengan regulasi lainnya, terutama terkait sanksi yang sulit ditindaklanjuti.
Berikutnya, perlu dikaji apakah unit pelayanan disabilitas di penyelenggaraan pendidikan tinggi perlu diatur, karena bukan wewenang pemerintah provinsi apalagi menyangkut sanksi yang sulit ditindaklanjuti.
Ia berpesan masukan dan catatan dari Kemendagri ini dapat dijadikan pedoman dalam pembahasan Ranperda tahap selanjutnya.
Dengan begitu, rancangan ini diharapkan mampu menjadi payung hukum yang kuat dalam melindungi dan memenuhi hak penyandang disabilitas, sekaligus mendorong terciptanya layanan yang lebih inklusif di Provinsi Riau.
"Berdasarkan uraian tersebut di atas diharapkan bahwa masukkan serta catatan-catatan Bapemperda di dalam rekomendasi ini menjadi pedoman dalam mekanisme pembahasan selanjutnya.”
“Maka, pembahasan Ranperda tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas ini dapat dilanjutkan,” pungkasnya. (*)
Editor : Mangindo Kayo