PADANG (20/1/2025) - Ketua DPRD Padang, Muharlion menenggarai, sebagian senjata tajam yang digunakan pelaku tawuran di Kota Padang, dirancang temannya di bengkel sekolah kejuruan.
Selain itu, Muharlion meminta para pekerja pandai besi atau tukang las, tidak membantu pelaku tawuran dalam merancang senjata tajam.
“Saya ingatkan demi kepentingan bersama. Pandai besi, toko las, agar jangan menerima orderan pembuatan senjata tajam yang kegunaannya tidak jelas. Jika ini dilakukan, pasti tawuran dengan memakai senjata tajam rakitan dapat diberangus,” tegasnya.
Hal itu dikatakan Muharlion, saat diskusi tentang Padang zero tawuran dan balap liar yang digagas Polda Sumbar, dengan sejumlah awak media di ruangan kerjanya, Senin siang. Juga hadir dalam diskusi itu, Sekretaris DPRD Padang, Hendrizal Azhar.
Walau masih ditemukan aksi tawuran di sejumlah titik, Muharlion menilai, kinerja Polda Sumbar beserta jajaran, sudah cukup optimal.
Untuk lebih optimal, Muharlion meminta sinergitas berbagai pihak dalam mendukung Polda Sumbar dalam memberantas aksi-aksi tawuran yang terus meresahkan warga Kota Padang.
“Kepolisian tidak bisa bekerja sendiri. Oleh karena itu, sinergitas semua elemen masyarakat akan sangat membantu pemberantasan tawuran ini,” terangnya.
“Kita wajib melaporkan jika ada peluang terjadi tawuran kepada pihak-pihak yang berwajib,” tambah politisi PKS ini.
Dibanggakan di Sosial Media
Sosiolog Universitas Negeri Padang, Dr Eka Asih Febriani mengungkapkan, tawuran antar kelompok yang terjadi di Kota Padang, kejadiannya juga diunggah ke media sosial oleh kelompok yang jadi pelaku.
“Sepertinya, tawuran ini sudah jadi ajang eksistensi mereka di dunia maya,” terang dia.
“Tawuran, pada saat ini diciptakan dengan mengatur lokasi bentrokan di tempat yang telah disepakati antarkelompok. Jadi, tawuran yang terjadi, menitik beratkan pada gaya hidup para pelaku tawuran yang mayoritas remaja di bawah umur,” urai dia.
Eka menegaskan, tawuran yang terjadi pada saat ini telah berada pada ranah kriminalitas yang berawal dari bentuk solidaritas dengan konotasi negatif.
“Pada usia remaja, mulai melakukan sosialisasi solidaritas sosial. Sayangnya solidaritas yang dilakukan lebih menuju pada perilaku negatif dalam mewujudkan kepentingan kelompok tawuran,” ucapnya.
Oleh karena itu, pendekatan orang tua dan lingkungan sosial di tingkat RT/RW merupakan cara ampuh dalam menutup peluang terjadi tawuran.
“Larang anak untuk melakukan interaksi sosial setelah Isya. Hal ini juga di dukung oleh RT/RW dalam menjaga ketertiban.”
“Jika tetap terlibat aksi tawuran, Pemerintah harus memberikan efek jera, yang telah diatur oleh hukum dan Perda yang berlaku,” tutupnya. (*)
Editor : Mangindo Kayo