JAKARTA (24/3/2025) - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menegaskan, seluruh fraksi sepakat bahwa pasal penghinaan presiden adalah pasal yang paling penting yang harus bisa diselesaikan dengan Restorative Justice (RJ).
Ia menjelaskan, adanya kesalahan redaksi dalam dokumen yang dikirim ke pemerintah telah menyebabkan kesalahpahaman. Padahal, tujuan dari pasal tersebut adalah untuk menyelesaikan kasus-kasus ujaran yang multitafsir melalui dialog dan mediasi.
"Tadi ada berita berita di salah satu media bahwa KUHAP baru, (pasal) penghinaan Presiden tidak bisa diselesaikan dengan restorative justice. Nah, itu misleading karena adanya kesalahan redaksi waktu dokumen ini dikirim ke pemerintah,” ujar Habiburokhman, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Senin.
Hal itu dikatakan dia, terkait pembahasan terhadap pasal penghinaan presiden dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang baru dapat diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice).
Faktanya, terang dia, justru pasal tersebut pasal penghinaan presiden adalah pasal yang paling penting yang harus bisa diselesaikan dengan restorative justice.
Ia pun menekankan, mekanisme keadilan restoratif akan mencegah orang dipenjara hanya karena pasal penghinaan presiden.
Dengan demikian, ia berharap masyarakat tidak lagi khawatir dengan pasal penghinaan presiden dalam KUHAP yang baru.
“Karena itu adalah pasal terkait ujaran, orang bicara A bisa ditafsirkan B/C dan E, karena itu, cara menyelesaikannya adalah dengan mekanisme dialog restorative justice,” terang dia.
“Jadi, pasal yang begitu mengerikan di KUHAP seolah-olah dengan adanya KUHAP ini bisa kita implementasikan dengan penuh kebijaksanaan. Enggak gampang orang masuk penjara gara-gara pasar penghinaan presiden tujuannya begitu,” tutupnya. (*)
Editor : Mangindo Kayo