Wako Pekanbaru Heran, Target PAD Pekanbaru Menyusut

×

Wako Pekanbaru Heran, Target PAD Pekanbaru Menyusut

Bagikan berita
Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho
Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho

PEKANBARU (14/5/2025) - Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho merasa heran, target pendapatan dari sektor pajak reklame dalam APBD tahun 2025 turun.

Target pajak reklame yang tercantum dalam APBD 2025 hanya sebesar Rp34 miliar. Sementara, tahun 2024, realisasi pendapatan dari sektor yang sama, menembus angka Rp38 miliar.

“Seharusnya, target ditingkatkan, bukan diturunkan. Bahkan tanpa upaya lebih pun, angkanya sudah bisa mencapai Rp38 miliar,” ujar Agung.

Hal itu disampaikan saat menggelar rapat bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) di Kompleks Perkantoran Tenayan Raya, Rabu.

Dikesempatan itu, Agung mempertanyakan, capaian Rp38 miliar pada tahun 2024 sudah benar-benar mencakup seluruh potensi pajak reklame di Kota Pekanbaru.

“Saya tanya, apakah pendapatan Rp34 miliar yang ditargetkan untuk tahun depan sudah mencerminkan potensi maksimal,” tegas dia.

“Apakah realisasi Rp38 miliar di tahun 2024 itu sudah sepenuhnya berasal dari pelaku usaha yang memang wajib membayar pajak reklame? Ternyata belum,” ungkapnya.

Dari temuan tersebut, Agung menyimpulkan bahwa masih banyak potensi pajak reklame yang belum tergarap secara optimal.

Ia menilai, perlu ada langkah serius untuk menertibkan dan menginventarisasi reklame yang belum terdata, guna meningkatkan pendapatan daerah di masa mendatang.

Agung Nugroho menilai, capaian pajak reklame senilai Rp38 miliar pada tahun 2024, didominasi dari pajak reklame gerai atau toko-toko yang berada di pinggir jalan dan membayar pajak langsung ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Sedangkan, pajak dari Billlboard sangat sedikit.

“Dari Rp38 miliar itu, baru dari reklame gerai. Bahkan, belum semua gerai tertagih pajaknya,” jelas Agung.

Ia mencontohkan salah satu temuan dari laporan Bapenda, seperti di kawasan Jalan Arifin Ahmad. Salah satu waralaba hanya membayar pajak reklame sekitar Rp400 ribu.

Padahal di dalam kedai atau gerai tersebut juga terdapat iklan-iklan lain yang semestinya turut dikenakan pajak.

“Di dalamnya itu banyak iklan. Seperti kedai kopi, sekarang kan banyak sekali. Itu pun seharusnya membayar pajak reklame juga. Tapi selama ini belum diterapkan,” ujar Agung.

Tiang Baliho Ilegal

Potensi pendapatan daerah dari sektor reklame masih sangat besar dan perlu digali lebih serius. Ia juga menyoroti keberadaan baliho-baliho ilegal yang selama ini tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Selama ini banyak baliho yang tidak berizin. Bahkan jika pun ada yang membayar pajak, nilai pembayarannya kecil, sementara tiangnya sendiri juga tidak memiliki izin. Jadi selama ini, reklame-reklame itu seperti sampah visual yang tidak menyumbang apa-apa,” tegasnya.

Agung menyambut baik adanya surat edaran dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mendorong optimalisasi pendapatan daerah, termasuk dengan penerapan sistem pemantauan digital seperti tapping box.

“Pemko akan terus melakukan penertiban dan memastikan setiap reklame yang ada memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan kota,” tuturnya.

“Saya juga menanyakan apakah pemotongan baliho-baliho ilegal yang kami lakukan selama ini berpengaruh terhadap pendapatan pajak reklame. Jawabannya, tidak ada pengaruh sama sekali, karena selama ini baliho ilegal tersebut memang tidak dikenakan pajak,” jelasnya.

Menurut Agung, kondisi ini menunjukkan bahwa selama ini pemko kehilangan potensi pendapatan akibat keberadaan reklame yang tidak berizin.

Ia pun mendukung penuh kebijakan Presiden terpilih Prabowo Subianto yang menegaskan pentingnya penertiban tiang reklame ilegal, terutama yang mengganggu estetika kota.

“Kebijakan Presiden Prabowo sangat tepat. Baliho yang tidak berizin dan mengganggu pandangan visual memang sebaiknya dipotong. Penertiban ini justru akan berdampak positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di masa mendatang. Kami optimistis,” tegasnya. (*)

Editor : Mangindo Kayo