Pers Tak Dipercaya dan Ruang Informasi Dikuasai Konten Medsos, Ketua Dewan Pers: Langit Informasi jadi Gelap

×

Pers Tak Dipercaya dan Ruang Informasi Dikuasai Konten Medsos, Ketua Dewan Pers: Langit Informasi jadi Gelap

Bagikan berita
Ketua Dewan Pers, Prof Kamaruddin Hidayat saat memberikan sambutan dan menutup Munas II PJS dan Seminar Nasional di Kota Palu, Selasa. (humas)
Ketua Dewan Pers, Prof Kamaruddin Hidayat saat memberikan sambutan dan menutup Munas II PJS dan Seminar Nasional di Kota Palu, Selasa. (humas)

PALU (25/7/2025) - Ketua Dewan Pers, Komaruddin Hidayat menekankan pentingnya jurnalis memahami secara utuh mata rantai peristiwa yang diberitakan.

“Memang tidak semua peristiwa bisa diungkap secara detail, tapi seorang jurnalis dituntut memahami sebab dan akibat dari setiap kejadian. Ini penting agar informasi yang disampaikan akurat dan kontekstual, baik di tingkat lokal, nasional maupun global,” terang Komaruddin.

Hal itu disampaikannya, saat menutup seminar nasional yang digelar DPP Pro Jurnalismedia Siber (PJS) di Kota Palu, Selasa sore.

Seminar yang bertajuk “Memperkuat Konsolidasi Pers Siber untuk Demokrasi dan Pembangunan Daerah Menuju PJS sebagai Konstituen Dewan Pers,” ditutup Komaruddin yang baru dua bulan menjabat sebagai Ketua Dewan Pers, secara virtual.

Dimomen itu, dia juga menyoroti perubahan ekosistem media dari era konvensional ke era digital.

Jika dulu masyarakat mengandalkan surat kabar, radio dan televisi, kini informasi tersedia dalam hitungan detik melalui media sosial dan gawai di tangan.

“Media sosial telah jadi sarana demokratisasi, memungkinkan siapa saja menyuarakan opini. Ini bagian dari hak asasi manusia yang tidak boleh dibungkam,” ujarnya.

Namun, Komaruddin mengingatkan bahwa derasnya arus informasi di ruang digital juga menimbulkan tantangan serius.

Minimnya regulasi membuat banyak konten tidak tervalidasi, bahkan bersifat sensasional dan menyesatkan.

“Ketika media arus utama kehilangan audiens dan pendapatan, sementara medsos menyebarkan hoaks dan provokasi, maka posisi pers sebagai pilar demokrasi sedang terancam,” jelasnya.

Dikesempatan itu, Komaruddin juga mengungkap kerja sama antara Dewan Pers dan Kejaksaan Agung melalui nota kesepahaman (MoU) untuk memperkuat perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum.

“Jaksa Agung menyatakan bahwa pers adalah sahabat negara. Karena kemampuan lembaga negara dalam memantau situasi terbatas, maka peran pers sebagai pengawas sangat vital,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia mendorong seluruh insan pers untuk tetap menjaga marwah jurnalistik dengan profesional, berintegritas, dan independen.

“Pers itu merdeka, tapi harus tahu batas. Pemerintah jangan alergi terhadap kritik. Justru pers hadir untuk menyuarakan kepentingan rakyat, dan pemerintah punya tanggung jawab mendengarkannya,” ujar Komaruddin.

Terkait kualitas media, ia menegaskan, tidak semua media yang terdaftar di Dewan Pers otomatis baik, dan sebaliknya, tidak semua media yang belum terverifikasi otomatis buruk.

Namun, ia mengimbau seluruh pengelola media, untuk terus meningkatkan kualitas dan kepercayaan publik.

“Jika kepercayaan publik terhadap pers hilang dan ruang informasi dikuasai oleh konten medsos yang tidak terkendali, maka langit informasi negeri ini bisa jadi gelap,” katanya memberi peringatan.

Menutup sambutannya, Komaruddin menyampaikan apresiasi kepada PJS atas inisiatif menyelenggarakan seminar yang membahas eksistensi dan masa depan pers siber di tengah disrupsi digital.

“Pers di Indonesia sejak awal berdiri, di atas semangat perjuangan, independensi dan kewirausahaan. Ini yang harus kita jaga bersama. Rumah besar bernama Indonesia ini tidak boleh kita rusak oleh perpecahan informasi,” pungkasnya.

Dengan mengucap alhamdulillah, Komaruddin secara resmi menutup Seminar Nasional PJS tersebut. (*)

Editor : Mangindo Kayo