Padang (25/8/2025) - Wakil Ketua DPRD Sumbar, Evi Yandri Rajo Budiman menegaskan, pelaku penyalahgunaan narkoba bisa lepas dari ketergantungan. Mereka hanya perlu direhabilitasi, agar tidak lagi mengonsumsi barang terlarang itu.
“Mereka bisa dilepaskan dari narkoba. Itulah mengapa saya dan para aktivis anti narkoba menyebut mereka pasien. Kecuali untuk pengedar, itu beda cerita,” tegas Evi Yandri.
Hal itu disampaiakannya, di depan puluhan guru dan pegawai SMAN 5 dan SMAN 16 Padang, dalam agenda Sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Sumatera Barat No 9 Tahun 2018 tentang Fasilitasi Pencegahan, Penyalahgunaan, Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya, Senin.
Sosialisasi perda merupakan kegiatan rutin anggota DPRD Sumbar, termasuk Evi Yandri. Tujuannya agar regulasi tersebut dilaksanakan secara luas di tengah masyarakat.
Dia berharap, agar agenda sosialisasi tersebut lebih bermanfaat secara signifikan, Evi Yandri mengajak sejumlah penyintas narkoba ikut terlibat.
Salah satunya Vero, perempuan berusia 21 tahun yang saat ini sedang direhabilitasi Yayasan Pelita Jiwa Insani (YPJI). Yayasan tersebut ditopang salah satunya oleh Evi Yandri.
YPJI telah banyak membantu para penyintas narkoba untuk rehabilitasi. Termasuk Vero yang saat ini telah menunjukkan kemajuan signifikan, setalah hampir tiga bulan jalani rehabilitasi.
“Saya hadirkan penyintas langsung ke sini untuk membuktikan bahwa pasien penyalahgunaan narkoba bisa berhenti konsumsi narkoba,” terangnya.
“Mereka perlu didukung untuk rehabilitasi, jangan disembunyikan atau ditutupi karena malu atau takut,” tambah Evi Yandri.
Didepan peserta sosialisasi, Vero bercerita, ia pertama kali mengonsumsi narkoba saat berumur 19 tahun. Dia mencicipi Narkoba jenis sabu, yang diberikan pacarnya.
Lama kelamaan, Vero akhirnya jadi pencandu. Uang tak ada, Vero sampai menjual barang-barang, mulai dari cincin emas, motor, hingga tabung gas guna bisa membeli barang haram itu.
“Hidup saya terasa hancur, tidak bisa aktivitas apapun. Bahkan, saat saya sudah punya anak, anak tidak terurus,” katanya.
Vero dijemput Evi Yandri dan YPJI di rumahnya. Info didapat dari keluarga Vero, yang ingin dirinya direhabilitasi.
“Sewaktu saya jemput, Vero ini kurus sekali. Mata hitam cekung, tatapan kosong. Ini yang hadir di depan kita saat ini sudah beda, badan berisi, sudah segar dan sangat normal bisa bersosialisasi,” katanya.
Vero menimpali, ia sangat berterima kasih pada YPJI dan Evi Yandri. Hidupnya telah kembali, ia bisa menjalani hidup normal dan mulai berubah.
Evi Yandri mengatakan, bukan seorang Vero saja yang perlu dibantu untuk lepas dari narkoba. Angka kasus penyalahgunaan narkoba terus meningkat, secara nasional, termasuk Sumbar.
“Membawa pasien untuk rehabilitasi menjadi salah satu cara efektif menghalau penyebarannya. Jika tidak bisa semakin meluas dan korban semakin banyak,” katanya.
Guna bisa direhabilitasi, Evi Yandri mengatakan, semua pihak harus ikut aktif. Terutama para orang tua dan guru, yang lebih banyak berinteraksi dengan siswa.
Ini dikarenakan penyalahgunaan narkoba sudah sejak lama menyasar pelajar.
“Jenisnya banyak, bukan cuma ganja, sabu, opium atau ekstasi. Obat batuk dan obat pereda nyeri, jika dikonsumsi sekaligus langsung banyak, juga berefek seperti narkoba,” ungkapnya.
“Ada pula jamur kotoran sapi. Dampaknya sama, merusak tubuh, psikologi dan pikiran. Ini juga mesti direhabilitasi,” tegasnya.
Itulah mengapa perda tersebut mengatur peran serta masyarakat. Narkoba mesti diperangi bersama. Dari keluarga guru dan lingkungan sekitar.
“Mari kita pantau sama-sama, anak-anak atau orang dewasa yang ada di keluarga dan lingkungan kita. Jika gejalanya tampak, maka bawalah rehabilitasi, jangan malu, jangan takut hukum. Kalau melapor rehabilitasi tidak akan diproses hukum,” tegasnya.
Senada dengan Evi Yandri, narasumber lainnya di acara sosialisasi tersebut, Kesbangpol Sumbar, Donny Hermansyah mengatakan jenis narkoba banyak. Maka masyarakat perlu tahu. Selain juga tahu gejalanya.
“Jika mereka berubah secara psikologis. Misalnya menarik diri dari sosial dan aktivitas, ledakan emosi atau mengurung diri. Bisa pula terlihat fisik berubah. Jika terlihat seperti ini, coba dicek urin. Jika positif narkoba mari kita rehabilitasi,” katanya.
Menurutnya, masih banyak masyarakat yang menyembunyikan pelaku penyalahgunaan narkoba. Alasannya karena malu. Ini beresiko, pasien akan terus ketergantungan dan akan rusak hidupnya. Bahkan bisa pula jadi pengedar.
“Kalau tertangkap aparat, sudah pasti diproses hukum. Jadi, daripada dipenjara, lebih baik kita bawa mereka rehabilitasi. Ini pilihan terbaik,” paparnya.
Inilah alasan lain, masyarakat menilai pasien harus disembunyikan agar tidak ditangkap aparat. Padahal, tegas Donny, pelaku penyalahgunaan narkoba tidak akan diproses hukum.
Jika tertangkap pun, mereka tak akan ditangkap karena sudah ada keterangan sedang direhabilitasi. Kecuali mereka pengedar.
Cara lain yang mesti dilakukan untuk menghalau penyalahgunaan narkoba, kata Donny, adalah mengawasi pergaulan.
“Pantaulah dengan siapa anak atau anggota keluarga kita bergaul. Penelitian membuktikan pelaku penyalahgunaan narkoba sebagian besar pertama kali mendapatkannya dari teman atau pacar. Hanya 2 persen yang berasal dari pengedar,” tegas Doni.
Bukan hanya pada kegiatan hari itu saja. Pada rangkaian kegiatan sosialiasi perda kali ini, Evi Yandri akan melaksanakan dua lagi pertemuan dengan total jumlah peserta ratusan orang.
“Saya berharap peserta sosialisasi bisa membantu penyebaran informasi ini pada banyak orang lain secara luas,” kata Evi. (*)
Editor : Mangindo Kayo