Walhi Soroti Dugaan Jaringan Tambang Ilegal hingga Masuk ke Oknum Aparat

×

Walhi Soroti Dugaan Jaringan Tambang Ilegal hingga Masuk ke Oknum Aparat

Bagikan berita
Dok. Ist
Dok. Ist

Padang (8/10/2025) — Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumbar dan PDRI menduga kuat tambang ilegal di Sumatera Barat sudah melibatkan jaringan bisnis terorganisir yang mencakup pasokan BBM, alat berat, hingga peredaran merkuri dan emas.

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, satu alat berat saja dapat mengonsumsi hingga 450 liter BBM dalam satu kali operasi.

“Bayangkan berapa besar pasokan BBM yang masuk tanpa pengawasan,” ujarnya, Rabu.

Walhi juga menyoroti dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum.

Salah satu kasus mencuat dalam persidangan etik AKP Dadang Iskandar pada 2024, yang mengungkap adanya aliran dana hingga Rp600 juta per bulan ke pejabat Polres Solok Selatan, diduga hasil setoran tambang ilegal.

“Kejahatan lingkungan ini sudah masuk ke jantung institusi penegak hukum,” tegas Wengki.

Juru bicara PDRI, Tedi Berlian, menyebut laporan ke Komnas HAM ini merupakan langkah strategis untuk mengungkap krisis politik, hukum, dan moral di balik maraknya tambang ilegal di Sumbar.

“Sejak instruksi Presiden Agustus lalu hingga rapat Forkopimda September, aktivitas PETI tetap jalan. Ini bukti lemahnya keberpihakan aparat,” kata Tedi.

Dalam laporannya, Walhi dan PDRI meminta Komnas HAM memanggil seluruh pejabat eksekutif, legislatif, serta aparat hukum di wilayah tambang ilegal, sekaligus menyelidiki alur distribusi alat berat, BBM, dan merkuri.

Selain itu, mereka mendesak perlindungan bagi pembela lingkungan serta penerapan pasal anti-SLAPP agar aktivis tidak dikriminalisasi saat mengungkap kejahatan lingkungan.

“Negara harus segera bertindak. Tambang ilegal bukan hanya pelanggaran administratif, tapi pelanggaran HAM terhadap rakyat yang kehilangan tanah, air, udara, dan masa depan,” ujar Wengki.

Sebelumnya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Barat (Sumbar) bersama Tim Perumus Data dan Resolusi Indonesia (PDRI) melaporkan sejumlah pejabat tinggi di Sumbar ke Komnas HAM Perwakilan Sumbar, Selasa (7/10/2025) kemaren.

Mereka menilai negara telah gagal menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat akibat maraknya aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) di berbagai wilayah.

Laporan itu menyebut Gubernur, pimpinan DPRD, Kapolda, seluruh kapolres dan kapolresta, serta para bupati/wali kota di Sumbar dianggap lalai menanggulangi tambang ilegal yang telah menyebabkan krisis sosial, ekologis, dan pelanggaran hak asasi manusia.

“Tambang ilegal bukan lagi fenomena kecil. Ia sudah menjadi kejahatan lingkungan yang terorganisir, bahkan terjadi di kawasan hutan lindung dan DAS,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, Rabu.

Walhi mencatat, luas tambang ilegal di Sumbar mencapai 7.662 hektare, tersebar di empat kabupaten di hulu DAS Batang Hari: Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, dan Sijunjung.

Selain itu, terdapat 31 titik tambang ilegal di Solok dan 116 titik di Sijunjung, banyak di antaranya berada di kawasan hutan lindung dan hutan produksi.

Aktivitas tersebut juga berdampak lintas provinsi karena merusak ekosistem Sungai Indragiri dan Batang Hari yang mengalir ke Riau dan Jambi.

(*)

Editor : Pariyadi Saputra