92 Kelurahan/Desa di Sumbar Masuk Kategori Kawasan Kumuh

Selasa, 01 November 2016, 10:59 WIB | Wisata | Provinsi Sumatera Barat
92 Kelurahan/Desa di Sumbar Masuk Kategori Kawasan Kumuh
Salah satu kawasan kumuh di Kota Padang yakni daerah Purus tepatnya di kawasan belakang kantor eks Departemen Penerangan. (mangindo kayo/valoranews)

VALORAnews - Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) di Sumatera Barat, dilaksanakan di 11 kabupaten/kota yang melingkupi 35 kecamatan dan 355 kelurahan/desa/nagari. Pelaksanaan program Kotaku ini, di tingkat provinsi berada pada tahap persiapan dan perencanaan.

"Ada dua kategori lokasi fasilitasi pelaksanaan Program Kotaku yaitu 92 kelurahan/desa kategori lokasi penanganan kawasan kumuh yang mana sebelumnya lokasi ini telah di SK-kan oleh bupati/walikota, kemudian lokasi pencegahan kawasan kumuh yang berada di 263 kelurahan/desa," ungkap TA Sosialisasi KMW Sumbar, Robby Hotter, dalam siaran persnya, Selasa (1/11/2016)

Dikatakan, target program di akhir tahun ini, sudah tersusun dokumen perencanaan tingkat kota yaitu RP2KPKP dan di tingkat masyrakarakat RPLP, RTPLP dan DED. Selain itu, di 2016 ini juga sedang berjalan kegiatan Program BDC, PLPBK, PPMK, Keuangan Mikro Syariah dan Kolaborasi di beberapa kota/kabupaten yang akan mendukung Program Kotaku dalam percepatan pengurangan kawasan kumuh

"Dalam rangka saling menguatkan dan sinergi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di daerah berjalan selaras, maka jadi penting untuk duduk bersama membahas semua persoalan permukiman kumuh melalui kegiatan Sosialisasi dan Workshop Strategi Komunikasi Program Kotaku Provinsi Sumatera Barat," ungkap Roby Hotter mengenai kegiatan yang akan digelar 2-3 November 2016 di Padang itu.

Baca juga: Sukses di Kelurahan Busur, Fadly Amran Minta Pola Pembangunan ala Kotaku Diadopsi

Menurut Roby, pemukiman kumuh masih jadi tantangan bagi pemerintah kabupaten/kota. Karena, selain merupakan masalah, disisi lain ternyata merupakan salah satu pilar penyangga perekonomian kota. Mengingat sifat pekerjaan dan skala pencapaiannya yang sangat kompleks, diperlukan kolaborasi beberapa pihak antara pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kelurahan/desa, pihak swasta, masyarakat dan pihak terkait lainnya.

Pelibatan beberapa pihak secara kolaboratif diharapkan memberikan berbagai dampak positif, terangnya, antara lain meningkatkan komitmen pemerintah daerah dalam pencapaian kota layak huni, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam pencapaian kota layak huni, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat dalam memanfaatkan dan memelihara hasil pembangunan, menjamin keberlanjutan, meningkatkan kepercayaan masyarakat dan swasta terhadap pemerintah.

Berdasarkan UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dijelaskan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian.

Diketahui, pada 2016 ini masih terdapat 35.291 Ha permukiman kumuh perkotaan yang tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia, sesuai hasil perhitungan pengurangan luasan permukiman kumuh perkotaan yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Cipta Karya. Provinsi Sumatera Barat luasan kawasan kumuhnya ada sekitar berdasarkan SK bupati/walikota pada 2014 sebesar 747,28 Ha

Baca juga: Proyek Program Kotaku di Batang Arau Diserahterimakan

Sebagai salah satu langkah menwujudkan sasaran RPJMN 2015-2019 yaitu kota tanpa kumuh di 2019, Direktorat Jenderal Cipta Karya, menginisiasi pembangunan Platform kolaborasi melalui Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Program Kotaku dirancang bersama dengan Pemerintah Daerah sebagai Nahkoda dalam mewujudkan permukiman yang layak huni di wilayahnya. Tujuan dari program Kotaku adalah meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman yang layak huni, produktif dan berkelanjutan. (kyo)

Penulis:
Editor: Devan Alvaro
Sumber:

Bagikan: