Kisah Keluarga Ibrahim dan Imran

*Irsyad Syafar

Rabu, 23 Mei 2018 | Opini
Kisah Keluarga Ibrahim dan Imran
Irsyad Syafar - Pendidik di PIAR

Ada dua keluarga yang Allah puji dan Allah muliakan dalam Al Quran. Yaitu keluarga Ibrahim dan Keluarga Imran. Kedua keluarga ini adalah keluarga orang-orang shaleh yang dekat dengan Allah dan ahli ibadah. Allah menyebut keduanya secara bersamaan dalam surat Ali Imran:

Artinya: "Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing)." (QS Ali Imran: 33).

Kemuliaan kedua keluarga ini ada banyak kesamaan dan kemiripan. Nabi Ibrahim tidak mendapat keturunan sampai usia yang sangat tua dan istrinya sudah masuk masa menopause. Baru pada usia 86 tahun Nabi Ibrahim dikaruniai Ismail dan Sarah melahirkan Ishaq saat berumur 90 tahun ketika Ibrahim sudah berumur 100 tahun. Sedang Imran juga baru mendapatkan anak yang bernama Maryam pada usia 90an tahun, dan istrinya Hannah juga sudah sangat tua lagi mandul.

Keluarga Ibrahim di muliakan Allah dengan kenabian. Ibrahim adalah Nabi dan Rasul. Lalu kedua anaknya; Ismail dan Ishaq, adalah Nabi. Lalu cucunya Ibrahim juga Nabi, yaitu Nabi Ya'qub. Sementara keluarga Imran juga dimuliakan Allah dengan dijadikannya Maryam binti Imran sebagai wanita "pilihan" Allah dan disucikan Allah. Kemudian cucunya Imran diangkat sebagai Nabi dan Rasul, yaitunya Nabi Isa.

Dalam keluarga Ibrahim ada Nabi Ulul 'Azmi yaitu Nabi Ibrahim sendiri. Sedangkan dalam keluarga Imran juga ada Nabi Ulul 'Azmi yaitu Nabi Isa. Allah berikan Nabi Ibrahim mukjizat ketika akan menyemblih anaknya Ismail - sesuai perintah Allah - dengan ganti seekor domba. Sehingga Ismail tetap hidup. Sedangkan Imran, Allah muliakan dengan mukjizat lahirnya Nabi Isa dari ibunya Maryam tanpa adanya seorang ayah.

Keluarga Nabi Ibrahim dikenal sebagai pembuka silsilah keturunan kenabian. Sehingga Nabi Ibrahim digelari dengan bapaknya para Nabi (Abul Anbiya'). Sedangkan keluarga Imran menjadi penutup silsilah keturunan kenabian. Karena, Nabi Isa adalah Nabi terakhir keturunan dari Bani Israil (anak-anak Nabi Ya'qub). Setelah itu, Nabi Muhammad saw, sebagai penutup sekalian Nabi, tidak berasal dari garis keturunan Bani Israil.

Berbicara tentang keluarga Imran adalah bicara tentang sebuah keluarga yang shaleh, taat, dekat dengan Allah. Imran bin Matan adalah seorang pemuka Bani Israil yang sangat terhormat lagi disegani. Imran ini bukan Imran ayahnya Nabi Musa. Para ulama tafsir, menyatakan bahwa jarak antara Imran ayahnya Maryam dengan Imran ayahnya Nabi Musa adalah sekitar 1.800 tahun.

Imran sudah tua renta. Istrinya, Hannah binti Faquza, pun juga sudah tua. Mereka sudah lama menginginkan punya keturunan. Suatu ketika Imran mendapat ilham bahwa ia akan dikaruniai seorang anak yang penuh berkah. Imran sangat bahagia mendapat berita ini. Hannah yang sudah tua, juga sangat bahagia, walaupun dia tak percaya itu akan terjadi.

Ketika Hannah sudah merasakan dirinya hamil, dia sangat bersuka cita. Doa dan harapan mereka sudah dikabulkan oleh Allah. Ia pergi ke tempat ibadah di baitul maqdis. Di dalam mihrab dia bermunajat kepada Allah dengan penuh khusyuk dan penyerahan diri. Allah berfirman yang artinya: (Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS Ali Imran: 35).

Hannah istri Imran sangat yakin bahwa anak yang dalam kandungannya adalah seorang laki-laki. Maka dia nazarkan sepenuhnya anak tersebut diserahkan kepada Allah, untuk berkhidmat menjadi pelayan di rumah Allah di Baitul Maqdis. Hari demi hari menunggu kelahiran anak yang diberkahi Allah ini, dilewati Hannah dengan penuh harapan. Namun, takdir Allah menghendaki lain. Imran wafat sebelum Hannah melahirkan. Sehingga Imran tidak melihat seperti apa anaknya yang dijanjikan Allah tersebut.

Ketika Hannah melahirkan bayinya, ternyata bayinya perempuan. Tidak laki-laki seperti yang dia harapkan dan nazarkan. Hannah pergi membawa bayinya ke Mihrab, bermunajat kepada Allah untuk memenuhi nazarnya dan mengadukan bayinya yang perempuan.

Halaman:

*Pendidik di PIAR

Bagikan:
Muhammad Fadli.
Ketua Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas

Fenomena Politik Keluarga dan Tantangan Demokrasi Kita

Opini - 08 Maret 2024

Oleh: Dr Hary Efendi Iskandar

Dr. Hary Efendi Iskandar

Benarkah Gerakan Kampus Partisan

Opini - 27 Februari 2024

Oleh: Dr. Hary Efendi Iskandar

Nadia Maharani.

Kejahatan Berbahasa di Dirty Vote

Opini - 13 Februari 2024

Oleh: Nadia Maharani

Zulfadhli Muchtar

Adaptasi Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu Bagi UMKM

Opini - 31 Januari 2024

Oleh: Zulfadhli Muchtar