Petani dan Peternak Ikut Didera Pandemi Covid19

*Silvia Permata Sari

Jumat, 10 April 2020 | Opini
Petani dan Peternak Ikut Didera Pandemi Covid19
Silvia Permata Sari - Dosen Fakultas Pertanian Unand

Wabah Covid-19 menorehkan dampaknya pada semua lapisan masyarakat. Mulai dari pembeli, pedagang, pengumpul atau toke, hingga produsen alias penyedia barang dan jasa. Salah satu produsen yang menangis dengan keadaan pandemi Corona ini adalah petani cabai dan peternak ayam potong.

Cabai (Capsicum annum Linneaus) adalah tanaman sayuran idola masyarakat Indonesia. Siapa yang tak kenal dengan tanaman cabai. Tanaman yang identik dengan warna merah, cita rasa yang pedas, dan menjadi sayuran primadona masyarakat Kota Padang. Sampai-sampai ada istilah bagi masyarakat Kota Padang, "biarlah tak makan daging asalkan ada sambalado alias cabai."

Menurut salah satu pedagang cabai di Pasar Bandar Buat, Padang (Da Eri 32 tahun, Kios Cabai Dewi-pen) jatuhnya harga cabai saat ini, disebabkan karena permintaan dari pasar induk tidak jalan. Hasil panen dari petani di ladang, mentok langsung ke pasar-pasar tradisional (lokal) saja.

Kondisi ini semakin diperparah oleh panen raya cabai di saat keadaan pandemi Covid19 ini. Mau atau tidak mau, cabai hasil panen tersebut harus dijual ke pasar. Namun, hanya bisa dijual ke pasar tradisional (lokal) karena akses keluar-masuk barang antar daerah dibatasi saat ini. Akibatnya, cabai merah banjir di pasaran dengan kondisi yang sepi pembeli selama masa pandemi wabah Corona ini.

Kasihan nasib petani cabai kita, sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah susah dalam melakukan proses budidayanya, modalnya besar, budidayanya yang butuh ketelatenan yang lebih ekstra dibandingkan tanaman sayuran lainnya, bukannya untung yang diraih, malah buntung yang didapat.

Harga cabai yang biasanya bisa mencapai Rp40 ribuan per kilogram, sudah dua hari ini sebesar Rp18.000 per kilogram. Coba anda bayangkan, berapa dibeli oleh pengumpul ke petani di lahan? Mungkin hanya Rp10 ribu atau mungkin saja di bawah Rp10 ribu.

Selain petani cabai, hal yang menyedihkan juga dialami oleh petrenak ayam potong. Harga ayam turun karena adanya wabah Covid19 ini. Stok ayam yang siap dijual dipasaran banjir, sementara daya beli masyarakat saat ini rendah. Kalau ayam potong ini ditahan di kandang atau dengan kata lain tidak dilepas di pasaran, maka peternak harus membeli pakan ayamnya yang relatif mahal.

Akibatnya, peternak ayam potong tetap menjual ayamnya di pasaran dengan harga yang lebih murah. Biasanya, untuk ukuran besar, harga ayam potong sebesar Rp45.000. Namun, di masa pandemic Covid19 ini, harga ayam potong tersebut jatuh menjadi Rp35.000.

Walaupun begitu, namun daya beli masyarakat tetap saja rendah. Apalagi setelah adanya informasi warga Padang yang terdeteksi positif wabah Corona, sehingga masyarakat takut ke luar rumah jika tidak urgent (penting sekali). Artinya, permintaan masyarakat akan cabai dan ayam potong menurun.

Kalau keadaan seperti ini dibiarkan terus terjadi, maka dijamin tidak akan mau generasi milenial untuk jadi petani cabai dan peternak ayam potong di masa akan datang. Sampai kapan nasib petani cabai dan peternak ayam potong di negeri kita seperti ini? Siapa yang salah? Siapa yang bertanggungjawab dengan keadaan seperti ini?

Terlepas dari mencari kebenaran siapa yang salah, dengan keadaan seperti ini harusnya pemerintah mulai berbenah diri untuk memperbaiki sistem pertanian kita. Dimana pemerintah harus memikirkan bagaimana nasib petani dan peternak di saat ada bencana alam datang melanda, seperti banjir, panen raya, musim kemarau yang panjang, hingga serangan hama dan penyakit hingga wabah Corona saat ini. Mulai dari sektor hulu hingga hilir.

Halaman:

*Dosen Fakultas Pertanian Unand

Bagikan:
Muhammad Fadli.
Ketua Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas

Fenomena Politik Keluarga dan Tantangan Demokrasi Kita

Opini - 08 Maret 2024

Oleh: Dr Hary Efendi Iskandar

Dr. Hary Efendi Iskandar

Benarkah Gerakan Kampus Partisan

Opini - 27 Februari 2024

Oleh: Dr. Hary Efendi Iskandar

Nadia Maharani.

Kejahatan Berbahasa di Dirty Vote

Opini - 13 Februari 2024

Oleh: Nadia Maharani

Zulfadhli Muchtar

Adaptasi Strategi Komunikasi Pemasaran Terpadu Bagi UMKM

Opini - 31 Januari 2024

Oleh: Zulfadhli Muchtar