JAKARTA (9/2/2023) - Ketua Komisi VIII DPR RI, Ashabul Kahfi menegaskan, menginginkan solusi yang menguntungkan semua pihak, bagi pengelolaan pemberangkatan jemaah haji. Karenanya, Komisi VIII masih belum menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023.
"Tujuan kami ingin mencapai titik moderat, win-win Solution. Sehingga, nanti kita bisa (tidak hanya) menemukan solusi pengelolaan pemberangkatan jemaah haji yang berkelanjutan, tetapi juga mengedepankan keadilan dan kejangkauan calon jamaah," ungkap Ashabul Kahfi dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu.
Diketahui, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama (Kemenag) RI kembali mengusulkan BPIH atau biaya haji 2023 sebesar Rp96,4 juta. Angka yang diusulkan tersebut telah lebih rendah Rp2,4 juta dari usulan awal BPIH 2023 sebesar Rp98,8juta.
Selain, biaya riil bagi penyelenggaraan biaya haji, Komisi VIII juga dengan konsisten menyoroti besaran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang akan dibayar calon jemaah haji reguler 2023.
Dengan besaran BPIH yang diajukan sebelumnya, maka diperkirakan calon jemaah haji tahun 2023 harus membayar Bipih sebesar Rp69.193.733, sedangkan sisanya berasal dari nilai manfaat yang dibayarkan oleh BPKH.
Proporsi pembiayaan sebesar antara jemaah haji dengan BPKH sebesar 70:30 inilah yang cukup menggemparkan.
"Sebenarnya, para jemaah yang sudah mendaftar itu, sesungguhnya mereka semua adalah orang-orang yang memiliki kemampuan, sebenarnya sudah istitho'ah, ini karena hanya persoalan waktu saja. (Terjadi) kenaikan yang signifikan," ungkap Politisi Partai Amanat Nasional itu.
"Tahun 2022, posisi (pembiayaan) 30:70, (di mana) 30 persen ditanggung jamaah, kemudian BPKH menanggung 70 persen. Menjadi terbalik (saat ini), sekarang jemaah 70 persen kemudian BPKH 30 persen," tambahnya.
Sebagai perbandingan, BPIH tahun 2022 adalah sebesar Rp81.747.844 dengan rata-rata BIPIH yang disepakati sebesar Rp39.886.009.
Menurut Kahfi, kenaikan BIPIH yang signifikan akan membuat calon jemaah kaget, ditambah limit waktu yang sangat singkat untuk melakukan pelunasan. Untuk itu, ia berharap, adanya titik temu pembahasan biaya ini.
"Oleh karena itu, saya kira nantinya kita akan mencapai titik. Kalau usulan kami sebenarnya kalau bisa win-win solution-nya 50:50. Jadi, jemaah menanggung 50 persen, BPKH harus menanggung 50 persen," kata Legislator Dapil Sulawesi Selatan I itu.
Sekali lagi, ia meminta kepada pemerintah untuk menghitung kembali biaya-biaya yang berkaitan dengan penyelenggaraan haji. Kondisi perekonomian para calon jemaah diharapkan bisa menjadi pertimbangan.
"Yang pasti bahwa saya ingin garis bawahi bahwa pemerintah kami minta untuk menurunkan, kenapa? Karena sebagian besar calon jemaah kita berlatar belakang dari ekonomi menengah ke bawah."
"Untuk membayar saja ONH yang Rp25 juta itu, kadang-kadang menabung sampai 10 tahun, setelah menabung 10 tahun menunggu 10 tahun, setelah menunggu 10 tahun dinaikan lagi, itukan membuat jamaah kita menjadi sangat terguncang dengan kenaikan," ujar Kahfi.
Ia juga menekankan, Komisi VIII DPR RI akan berjuang untuk menemukan solusi terkait biaya haji. Hal tersebut dilakukan agar para calon jamaah haji reguler yang telah menunggu 10-12 tahun, dapat berangkat dengan BPIH yang terjangkau.
"Percayalah, Komisi VIII akan selalu memihak pada kepentingan masyarakat agar mereka yang mengantri selama 10 sampai 12 tahun, bisa berangkat dengan BPIH terjangkau," tukasnya. (kyo)
Editor :