JAKARTA (19/1/2025) - Anggota Komisi V DPR RI, Syafiuddin Asmoro menilai, besaran potongan aplikasi untuk driver ojek online (Ojol) paling tinggi 20 persen.
Melebihi angka itu, melanggar Keputusan Menteri Perhubungan sekaligus akan memberatkan mitra pengemudi perusahaan Ojol tersebut.
“Jangan membuat kebijakan yang menyalahi aturan, karena hal itu akan melanggar aturan dan merusak tatatan. Pemerintah harus turun menyelesaikan persoalan ini,” beber Syafiuddin dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Ahad.
Hal itu dikatakannya, menyikapi penolakan Asosiasi Ojek Online (Ojol) Garda Indonesia, mengenai potongan aplikasi yang mencapai 30 persen, beberapa waktu lalu.
Dijelaskan Syafiuddin, potongan aplikasi untuk mitra pengemudi sudah diatur melalui Keputusan Menteri Perubahan No KP 1001 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan No KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Dalam diktum kedelapan Keputusan Menteri Perhubungan disebutkan, perusahaan aplikasi menerapkan biaya tidak langsung berupa biaya sewa penggunaan aplikasi, paling tinggi 15 persen dan/atau perusahaan aplikasi dapat menerapkan biaya penunjang berupa biaya dukungan kesejahteraan mitra pengemudi paling tinggi 5 persen.
Legislator asal Dapil Jawa Timur XI itu menolak keras, jika perusahaan aplikasi atau aplikator menerapkan potongan aplikasi sebesar 30 persen bagi mitra pengemudi. Karena, hal itu jelas melanggar peraturan yang ditelah ditetapkan.
“Kami meminta perusahaan aplikasi mentaati aturan yang ada. Jangan membuat kebijakan yang menyalahi aturan, karena hal itu akan melanggar aturan dan merusak tatatan,” tegas politisi kelahiran Bangkalan, Madura itu.
Syafiuddin menjelaskan, dalam Keputusan Menteri Perhubungan itu juga disebutkan bahwa jika perusahaan aplikasi melanggar penerapan biaya jasa, biaya tidak langsung dan biaya penunjang pada mitra, maka Kementerian Perhubungan bisa menerbitkan rekomendasi pemberian sanksi pada perusahaan aplikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk itu, lanjut Syafiuddin, perusahaan aplikasi tidak bisa seenaknya menerapkan aturan pemotongan aplikasi, karena semuanya sudah diatur. Jika mereka melanggar, maka mereka akan dijatuhi sanksi.
“Jika mereka ngotot menerapkan potongan 30 persen, kami akan panggil perusahaan aplikasi. Mereka (perusahaan aplikasi) tidak boleh main-main soal ini, karena itu jelas memberatkan, merugikan dan menyengsarakan driver Ojol,” ungkap Politisi Fraksi PKB ini.
Sebenarnya, kata dia, Komisi V sudah pernah memanggil pihak aplikator. Dalam pertemuan itu, pihaknya juga membahas soal potongan aplikasi.
Jadi, seharusnya perusahaan aplikasi sudah memahami dan patuh dengan aturan yang telah ditetapkan.
Syafiuddin meminta pemerintah, memberikan perhatian serius terhadap persoalan itu, karena potongan aplikasi ini sangat berkaitan dengan kesejahteraan driver Ojol.
“Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) harus duduk bersama menyelesaikan masalah ini,” tegasnya.
“Pemerintah tidak boleh saling lempar dalam masalah ini. Kementerian Perhubungan dan Komdigi harus bersikap tegas terhadap perusahaan aplikasi,” pungkas Syafiuddin.
Sebelumnya, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy menanggapi keluhan asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia mengenai potongan aplikasi yang mencapai 30 persen. Grab berdalih kebijakan tersebut tak menyalahi aturan yang berlaku.
Tirza menjelaskan, biaya layanan tersebut merupakan bentuk bagi hasil antara perusahaan aplikator dengan mitra dalam menyediakan layanan transportasi bagi masyarakat.
Dia memastikan, sebagian dari biaya layanan itu dikembalikan untuk menunjang kebutuhan dan membantu pengembangan ojol.
Misalnya, untuk dukungan operasional, insentif, beasiswa dan asuransi kecelakaan. (*)
Editor : Mangindo Kayo