PADANG (31/1/2025) - Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Pasaman resah dengan penempatan yang tidak sesuai dengan formasi yang awalnya khusus jadi umum. Pemetaan formasi dinilai tidak efektif.
“Seharusnya, formasi yang tersedia diperuntukkan untuk pegawai non ASN yang bekerja di instansi tersebut, namun baru-baru ini ada perubahan jadi umum dan ada pelamar dari luar,” ungkap Ketua Forum Komunikasi R2 dan R3 Kabupaten Pasaman, Doli Febrian.
Hal itu dikatakannya, saat audiensi Forum Komunikasi R2 dan R3 Kabupaten Pasaman dengan DPRD Sumbar, Rabu. Pertemuan itu membahas kondisi R2 dan R3 pada pengangkatan PPPK Tahun 2024.
Audiensi ini diterima Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat, Evi Yandri Rajo Budiman. Juga dihadiri Ketua Komisi I, Sawal, Khairuddin Simanjuntak (Ketua Komisi II) dan Lazuardi Erman (Ketua Komisi V).
Juga hadir anggota Komisi V DPRD Sumbar, Nurfirmansyah, Mario Syah Johan, Zaksai Kasni, Endarmy, Muhayatul, Lastuti Darni, Neldaswenti, Sri Kumala Dewi dan pimpinan OPD terkait.
R2 dan R3 adalah kode yang diberikan pada pelamar tenaga non-ASN yang lulus seleksi PPPK tetapi belum mendapatkan formasi penempatan.
R2 diberikan pada mantan tenaga honorer Kategori II (THK-II), sedangkan R3 diberikan kepada peserta non-ASN yang terdaftar.
R2 dan R3 bisa diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu. Pengangkatan ini diatur dalam Surat MenPAN-RB Nomor B/239/M.SM.01.00/2025 tanggal 14 Januari 2024.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk diangkat menjadi PPPK paruh waktu, antara lain:
Sudah mengikuti seleksi CPNS tetapi tidak lulus
Mengikuti seluruh tahapan seleksi PPPK Tahap 1 dan PPPK Tahap 2
Tidak mendapatkan alokasi formasi kebutuhan
Instansi pemerintah mengusulkan pengangkatan PPPK paruh waktu
Dikatakan Doli Febrian, masih ada pegawai honorer R2 dan R3 yang mayoritas bekerja sebagai tenaga teknis, sampai sekarang tidak memiliki kejelasan status sehingga butuh tindak lanjut dari pemerintah daerah.
“Dari tenaga kebersihan tetapi bisa menjadi tenaga administrasi namun ketika diminta mengoperasikan suatu aplikasi, terbata-bata,” ungkapnya.
“Selain itu, di Dinas Pendidikan Pasaman terjadi ketimpangan dimana peluang untuk 3 orang justru diisi oleh orang dari luar. Tenaga kerja bertambah, namun honor tetap sama saja,” tambah dia.
Selain itu, Doli menilai, mayoritas tenaga honorer R2 dan R3 tidak muda lagi. Semestinya, ada penambahan nilai (afirmasi- red) dalam seleksi.
“Pertimbangannya, masa pengabdian saat bekerja seperti pengangkatan PPPK 2022 lalu,” ungkap Doli.
Menanggapi permasalahan tersebut, Ketua Komisi V DPRD Sumbar, Lazuardi Erman menyatakan, DPRD Sumbar akan memperjuangkan hak-hak seluruh masyarakat termasuk Forum Komunikasi R2 dan R3, namun tetap mengikuti regulasi dari pusat.
“Kami akan coba diskusikan mengenai formasi ini, semampu DPRD selaku perpanjangan tangan rakyat. Mengingat kejadian seperti ini pasti ada ditiap daerah,” ujarnya.
Hal senada dikatakan Ketua Komisi I, Sawal. “Kedepannya, akan kita perbaiki dan siap mendorong serta menyampaikannya pada pemerintah pusat,” ujarnya.
Ketua Komisi II, Khairuddin Simanjuntak juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan pemerintah provinsi.
“Persoalan ini tidak akan selesai di kita saja. Kita harus mengajak pemerintah provinsi Sumatera Barat untuk mendorong dan menyuarakan ke pemerintah pusat, bahwa masih ada PR mengenai tenaga kerja honorer seperti THL maupun di instansi pendidikan seperti SD, SMP, SMA,” jelasnya.
Menutup audiensi, Wakil Ketua DPRD Sumatera Barat, Evi Yandri menegaskan soal penempatan. “Kami akan memastikan penempatan sesuai instansi dengan catatan sesuai dengan regulasi.”
“Kami menampung poin yang disebutkan, akan kami sampaikan ke pemerintah pusat,” tutup Evi Yandri. (*)
Editor : Mangindo Kayo