30 Ekskakvator Keruk Emas di Talamau, Walhi: Bencana Ekologi Mengintai

×

30 Ekskakvator Keruk Emas di Talamau, Walhi: Bencana Ekologi Mengintai

Bagikan berita
Ekskavator mengeruk emas di Tombang, Talamau, Pasbar.
Ekskavator mengeruk emas di Tombang, Talamau, Pasbar.

PASAMAN BARAT (3/2/2025) - Direktur Walhi Sumbar, Wengki Purwanto menilai, aktivitas tambang emas di Kabupaten Pasaman Barat, bisa menimbulkan bencana ekologi.

“Bencana ekologi tersebut seperti banjir bandang, rusaknya ekosistem sungai, air keruh, rusak fisik sungai, hingga pencemaran zat berbahaya diakibatkan oleh aktivitas pertambangan emas ilegal tersebut,” kata Wengki pada sejumlah media belum lama ini.

Untuk itu, ia meminta ketegasan Polres Pasaman Barat, menindak tegas para pelaku penambangan emas karena sudah sangat meresahkan masyarakat.

“Polisi harus segera bertindak dan jangan ada pembiaran,” tegasnya.

Menurutnya aktifitas tambang emas ilegal sudah memicu keresahan masyarakat. Jika dibiarkan maka akan menimbulkan konflik.

Dengan adanya keresahan masyarakat itu, katanya, merupakan momentum bagi pihak kepolisian membuktikan bahwa pihak kepolisian tidak terlibat dalam bisnis ilegal itu.

Sebab, beberapa waktu yang lalu sempat heboh pada suatu kasus dugaan oknum atau jaringan oknum Polri ikut melindungi aktifitas-aktifitas ilegal. Salah satunya di sektor tambang.

“Dengan adanya keresahan masyarakat ini seharusnya menjadi momentum bagi Polri bahwa sesungguhnya Polri itu bersih dengan melakukan tindakan tegas terhadap aktifitas merusak lingkungan yang tidak berizin,” ujarnya.

Sebelumnya aktifitas penambangan emas ilegal di daerah Tombang Sinuruik, Kecamatan Talamau terus berlangsung hingga saat ini. Tak kurang 23 alat berat ekskavator mengeruk lokasi dekat sungai Tombang itu.

“Kami minta aparat penegak hukum menindak tambang emas yang diduga ilegal ini. Sudah berhari-hari tambang emas ini berjalan, namun aktifitas itu didiamkan,” kata salah seorang warga Talamau, Anto di saat dikonfirmasi, Senin (3/1/2025).

Ia mengatakan, aktifitas tambang emas ilegal itu sudah berlangsung cukup lama dengan alasan kebutuhan masyarakat. Padahal penambang ilegal tersebut banyak orang luar Talamau.

Menurutnya, dari data lapangan, penghasilan alat berat ekskavator tidak kurang dari 50 gram per hari. Kadang ada sampai 80 gram.

“Saya sudah sering melihat aktifitas itu dan mengingatkan mereka namun tetap tidak diindahkan karena mereka mengaku di beking oleh orang kuat dan telah diketahui oleh aparat,” katanya.

Dari pantauan langsung dilapangan, aktifitas tambang ilegal itu berlangsung di tepi sungai Tombang.

Ada dua titik lokasi yang ditambang menggunakan alat ekskavator yakni di Tombang Mudiak dan Tombang Hilia.

“Ada juga yang menambang di lahan masyarakat, mengaku mempunyai lahan dari nenek dulunya. Jika dibiarkan maka lingkungan di Tombang akan hancur,” katanya.

Terlihat lubang-lubang besar bekas galian ekskavator menganga di sungai. Selain itu sungai semakin lebar dan air menjadi keruh.

Ia berharap kepada Kapolda yang baru untuk menindak pelaku penambangan emas ilegal ini serta menangkap pemodal dan pembeking tambang emas tersebut. (*)

Editor : Mangindo Kayo