JAKARTA (6/2/2025) - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) berpendapat, tuduhan proses Pemilu bertentangan dengan asas Jurdil serta dipenuhi pelanggaran dan tindak kecurangan secara TSM di 8 kecamatan di Kota Padang, telah ditindaklanjuti oleh Termohon, KPU Padang di bawah pengawasan Bawaslu.
Terkait pelanggaran asas ketidakjujuran dalam melaporkan LHKPN oleh Pasangan Calon Nomor Urut 01, Fadly Amran-Maigus Nasir (Pihak Terkait), mahkamah berpendapat hal tersebut pun telah ditindaklanjuti Termohon sesuai dengan ketentuan.
“Mahkamah tidak meyakini kebenaran hal-hal yang didalilkan Pemohon. Sedangkan terhadap dalil-dalil lain, tidak dipertimbangkan lebih lanjut, karena tidak ada relevansinya. Dengan demikian Mahkamah berkesimpulan dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum,” jelas Hakim Konstitusi Yusmic P. Foekh.
Hal itu disampaikan Daniel, saat membacakan pertimbangan hukum dalam Sidang Pengucapan Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Walikota dan Wakil Walikota Kota Padang Tahun 2024, Rabu malam.
Gugatan ini disampaikan permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Nomor Urut 03, Hendri Septa dan Hidayat ke MK.

Sementara itu, perolehan suara Pemohon adalah 88.859 suara, sedangkan perolehan suara Pihak Terkait (pasangan calon peraih suara terbanyak) adalah 176.648 suara.
Sehingga, perbedaan perolehan suara antara Pihak Terkait dan Pemohon adalah 176.648 suara - 88.859 suara = 87.789 suara (27,5%) atau lebih dari 3.202 suara.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, meskipun Pemohon adalah pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Padang dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Padang Tahun 2024, namun Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 ayat (2) huruf c UU 10 Tahun 2016.
Oleh karena itu, menurut Mahkamah, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
Sehingga, eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait, bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum adalah beralasan menurut hukum.
“Mengadili, Dalam Eksepsi, Mengabulkan eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan kedudukan hukum Pemohon; Menolak eksepsi Termohon dan eksepsi Pihak Terkait untuk selain dan selebihnya. Dalam Pokok Permohonan: Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Ketua MK, Suhartoyo membacakan Amar Putusan Nomor 212/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dari Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK.
Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada Jumat (10/1/2025), Pemohon mengajukan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Padang No 1693 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Padang Tahun 2024.
Menurut Pemohon, pelaksanaan pemilihan di daerah tersebut diwarnai dengan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Setidaknya, pelanggaran ini terjadi pada beberapa kecamatan, di antaranya Kecamatan Padang Barat, Kecamatan Padang Timur, Kecamatan Padang Utara, Kecamatan Lubuk Begalung, Kecamatan Nanggalo, Kecamatan Kuranji, dan Kecamatan Koto Tangah.
Salah satu pelanggaran yang bersifat masif yang dilakukan Paslon Nomor Urut 01 yakni pembagian minyak goreng, sembako dan sejumlah uang mulai dari masa kampanye hingga masa tenang dan hari pemilihan pada 27 November 2024 pada pemilih.
Kemudian, Paslon Nomor Urut 01 juga secara terang-terangan menggelar Bimtek untuk pemenangan Pilkada 2024 dengan menghadirkan 7.500 relawan pada 13–15 Agustus 2024.
Dalam kegiatan tersebut, paslon yang bersangkutan menargetkan Ketua RT dan Ketua RW guna dijadikan bagian dari tim pemenangan.
Hal ini terkonfirmasi dari keterangan wawancara yang menyatakan mendapatkan sejumlah uang saat menghadiri kegiatan tersebut dan dijanjikan akan kembali mendapatkan sejumlah uang apabila mampu mencari 60 nama pemilih.
Atas pelanggaran-pelanggaran demikian, Pemohon meminta agar Mahkamah memerintahkan KPU Kota Padang melakukan pemungutan suara ulang pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 tanpa melibatkan Pasangan Calon Nomor Urut 01 Fadly Amran-Maigus Nasir, dalam waktu selambat-lambatnya empat bulan sejak putusan Mahkamah ditetapkan. (*)
Editor : Mangindo Kayo