PADANG (27/2/2025) - DPRD Sumbar tetapkan Indra Catri sebagai ketua pembahasan Ranperda Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Dia didampingi Sawal sebagai wakil ketua dan Aida sebagai sekretaris.
“Kami mengharapkan pada Komisi I DPRD Sumbar, untuk dapat menyusun rencana kegiatan pembahasan sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditetapkan dalam rapat Badan Musyawarah, sehingga Ranperda dari pemerintah daerah tersebut dapat ditetapkan jadi Peraturan Daerah sesuai jadwal,” ungkap Wakil Ketua DPRD Sumbar, Nanda Satria.
Hal itu dikatakan Nanda, saat memimpin rapat paripurna dengan agenda penyampaian jawaban gubernur terhadap pandangan umum anggota DPRD Sumbar dalam rapat paripurna, Jumat.
Juga hadir dalam rapat paripurna itu, Ketua DPRD Sumbar, Muhidi dengan wakil ketua lainnya, Evi Yandri dan M Iqra Chissa. Sedangkan dari Pemprov Sumbar, diwakili Pj Sekdaprov, Yozawardi Usama Putra.
Dikesempatan itu, juga diumumkan Keputusan Pimpinan DPRD No: 01/Kep-Pimp/2025 tentang Penetapan Susunan Pimpinan dan Keanggotaan Panitia Khusus Pembahasan Ranperda RTRW Provinsi Sumatera Barat Tahun 2025-2045 tanggal 25 Februari 2025.
Untuk posisi ketua, dipercayakan pada Zulkenedi Said dengan Wakil Ketua, Very Mulyadi serta Sekretaris diamanahkan pada Erik Hamdani.
Jawaban Gubernur
Sebelumnya, Yozawardi menyampaikan jawaban atas berbagai pertanyaan, tanggapan dan masukan yang disampaikan juru bicara dari 8 fraksi yang ada di DPRD Sumbar dalam rapat paripurna sehari sebelumnya.
Menjawab tanya fraksi PKS, Yozawardi mengungkapkan, sejumlah kendala yang dihadapi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dalam penerapan Perda SPBE ini nantinya.
Di antaranya, Infrastruktur Teknologi yang kurang memadai pada daerah terpencil yaitu Ketersediaan jaringan internet yang stabil dan cepat yang masih menjadi masalah di beberapa Kabupaten/Kota terutama di wilayah blankspot.
Kemudian, ketersediaan Sumber Daya Manusia yang memiliki keahlian dan kompetensi teknis di bidang TIK masih rendah;
Kendala lainnya, anggaran dan pembiayaan yang saat ini masih terdapat 266 sekolah dari 384 sekolah yang belum dapat diakomodir untuk akses internet;
“Kurangnya penguatan regulasi dan kebijakan dalam pelaksanaan implementasi SPBE di Pemprov Sumbar dan belum optimalnya pelaksanaan Integrasi Sistem,” ungkap Yozawardi terkait kendala penerapan Perda SPBE ini.
Terhadap pertanyaan Fraksi Gerindra terkait infrastruktur TIK di daerah, Yozawardi mengungkapkan, infrastruktur TIK Pemprov Sumbar baru terpenuhi 48%, dengan khusus jaringan untuk perangkat daerah dan RSUD di Padang telah terpenuhi seluruhnya.
“Langkah yang dapat dilakukan saat ini mengoptimalkan memanfaatkan infrastruktur dan anggaran yang tersedia dan mencari dukungan anggaran salah satunya dengan CSR,” ungkap Yozawardi.
Efektivitas Perda yang jadi pertanyaan Fraksi Golkar, Yosawardi menyampaikan, penerapan Perda No 20 Tahun 2018 sudah efektif dengan beberapa efisiensi pada pengelolaan aplikasi, infrastruktur, SDM, pemantauan.
Tetapi, dikarenakan seiring waktu berjalan munculnya regulasi dari Pusat terkait SPBE seperti PermenPAN No 5 Tahun 2020 tentang Pedoman Manajemen Resiko SPBE, Perpres No 132 Tahun 2022 tentang Arsitektur SPBE Nasional, Perpres No 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital, maka Perda No 20 Tahun 2018, maka perlu dilakukan penyesuaian kembali.
Terkait pertanyaan fraksi Nasdem, tentang pentingnya peningkatan kapasitas SDM, dijelaskan Yozawardi dengan memaparkan demografi ASN Pemprov Sumbar. Dimana, kelompok usia 20-39 tahun sebanyak 3.897 orang, usia 40-59 tahun sebanyak 13.216 orang.
“Data ini menunjukkan komposisi usia ASN yang terbiasa menggunakan TIK sebanyak 23 % dari seluruh ASN,” terangnya.
“Pemerintah Daerah melalui BPSDM telah bekerjasama dengan BPPTIK Medan Komdigi untuk pelatihan TIK ASN Sumbar dalam bentuk kegiatan GTA Government Transformation Academy (GTA) yang sampai saat ini telah diikuti oleh ASN Pemprov Sumbar sebanyak 351 orang,” tambahnya.
Fraksi Demokrat yang mengkhawatirkan terjadi tumpang tindih aplikasi pada Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik di Sumatera Barat, dijelaskan Yozawardi dengan memaparkan kebijakan pemerintah pusat yang telah menetapkan beberapa aplikasi umum seperti SIPD, SPSE, Srikandi, SP4N Lapor, Aplikasi Krisna.
“Pemerintah Daerah tidak diizinkan membangun aplikasi serupa dan wajib menggunakan aplikasi umum tersebut,” terangnya.
“Sehingga, tidak ada tumpang tindih dalam aplikasi SPBE untuk layanan perencanaan, layanan keuangan, layanan kearsipan dinamis, layanan pengaduan publik dan aplikasi perencanaan,” tambahnya.
Untuk aplikasi khusus lainnya yang dibangun Pemerintah Daerah harus disesuaikan dengan arsitektur SPBE. Aplikasi yang dibangun harus mendukung proses bisnis dan layanan pada Perangkat Daerah.
Saat ini Pemerintah Daerah sedang berproses untuk mengintegrasi beberapa aplikasi, sehingga ke depannya hanya ada beberapa aplikasi dan dashboard/website yang akan memudahkan masyarakat mengakses layanan pemerintah dan layanan publik. (*)
Editor : Mangindo Kayo