Narkoba Mulai Menyasar Anak, Benny Utama: Target Indonesia Emas Bisa jadi Ilusi

×

Narkoba Mulai Menyasar Anak, Benny Utama: Target Indonesia Emas Bisa jadi Ilusi

Bagikan berita
Anggota Komisi III DPR RI, Benny Utama. (humas)
Anggota Komisi III DPR RI, Benny Utama. (humas)

JAKARTA (5/5/2025) - Anggota Komisi III DPR RI, Benny Utama mengungkapkan, kejahatan narkotika tidak hanya melibatkan orang dewasa, justeru mulai menyasar anak-anak.

“Informasi yang kita peroleh di lapangan, hanya dengan uang 10 ribu atau 20 ribu, anak-anak kita sudah bisa beli narkoba jenis tertentu. Jangan sampai Indonesia emas yang kita cita-citakan hanya jadi ilusi, gara-gara anak muda kita terjerat narkotika,” tegas Benny.

Penegasan ini disampaikannya, pada rapat kerja dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) RI dengan Komisi III di Gedung Parlemen, Senin.

Rapat tersebut dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPR, Dede Indra Permana Soediro dan dihadiri Kepala BNN RI Marthinus Hukom beserta jajaran.

Anggota Fraksi Partai Golkar ini menyampaikan, kejahatan narkotika merupakan ancaman serius bagi perwujudan Indonesia Emas 2045.

Karena itu, terangnya, semua institusi terkait harus melakukan aksi nyata dalam bentuk pencegahan dan penindakan. Salah satunya melalui hukuman maksimal bagi para pengedar untuk membuat efek jera.

Persoalannya, upaya untuk memberantas peredaran narkotika terkendala anggaran.

“Kita menyadari dengan beban tugas yang berat dan kawasan Indonesia yang luas, maka BNN membutuhkan anggaran yang memadai,” ungkap anggota DPR Dapil I Sumatera Barat itu.

“Tidak ada yang bisa dilakukan dengan beban tugas berat, tanpa dukungan anggaran. Ini akan jadi perhatian kita, terutama teman-teman Komisi III yang di Badan Anggaran (Banggar),” tambahnya.

Dengan berbagai keterbatasan yang dimiliki, terang dia, BNN sebagai lembaga pemerintah non Kementerian yang mempunyai tugas mencegah, memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, harus memiliki strategi yang konkret dan efektif.

Pertama; meningkatkan koordinasi karena BNN terbatas baik dari sisi anggaran maupun kelembagaan.

“Sebutlah kantornya. Kalau di Sumbar, hanya 4 dari 19 kabupaten/kota. Hanya menutup-nutup pintu gerbangnya. Kantornya ada yang sewa dan ada pula yang pinjam pakai,” bebernya.

Meskipun serba terbatas, kata Benny, melalui koordinasi yang baik BNP Sumatera Barat pernah mengungkap perdaran narkotika jenis ganja sebanyak 141,7 kilogram milik salah seorang warga binaan Lapas kelas IA Padang.

Seorang terdakwa oleh Pengadilan Negeri Pasaman divonis hukuman mati. “Kemarin saya lihat Polda Sumbar juga menggempur habis pengedar narkotika,” ujarnya.

Catatan Polda Sumbar dari bulan Januari sampai April 2025, terdapat sebanyak 335 kasus narkotika dengan jumlah terduga pelaku mencapai 436 orang, laki-laki sebanyak 423 orang dan 13 orang lainnya perempuan.

Saat ini, sedang proses penyidikan dan semua tersangka di tahan di Polda Sumbar dan Polres Jajaran.

Kedua; penajaman skala prioritas. Menurut Benny Utama, terkadang peredaran narkotika dikendalikan oleh pelaku yang sedang menjadi warga binaan Lapas.

“Sebenarnya Lapas itu kan bagian dari kita yang harusnya kita tidak boleh kecolongan. Institusi yang harusnya klir dan ada bersama kita.”

“Kepala BNN dan jajaran mesti lakukan sterilisasi ke lapas. Jangan sampai ada yang mengendalikan peredaran narkotika dari dalam Lapas,” tegasnya.

Ada Ribuan Kawasan Rawan Narkoba

Kepala BNN, Marthinus Hukom menyampaikan, berdasarkan survei tahun 2023, angka prevalensi pengguna narkoba di Indonesia mencapai 1,73 persen (3,33 juta orang) dengan rentang usia 15 sampai 64 orang.

“Mayoritas dari kelompok usia produktif rentang usia 15 sampai 49 tahun. Sedangkan perputaran uang narkoba mencapai lebih kurang 500 triliun per tahun,” bebernya.

Berdasarkan angka prevalensi tahun 2019, lanjut Hukom, menunjukkan lima provinsi tertinggi jumlah pengguna narkoba yaitu Sumatera Utara (6,5 persen), Sumatera Selatan (5 persen), DKI Jakarta (3,3 persen), Sulawesi Tengah (2,8 persen) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (2,3 persen).

“Ini menujukkan Indonesia sebagai pangsa pasar peredaran narkoba yang menjadi incaran sindikat dalam negeri maupun luar negeri,” ujarnya.

Hal ini, lanjut Hukom, terkonfirmasi berdasarkan survei pemetaan indeks kawasan rawan narkoba tahun 2024, dimana terdapat 9.270 kawasan rawan narkoba di Indonesia.

Kategori berbahaya sebanyak 457 kawasan dan kategori waspada sebanyak 8.813 kawasan.

Menghadapi ancaman penyeludupan dan peredaran narkoba di Indonesia, kata Hukom, BNN telah menetapkan sejumlah kebijakan dan strategi yaitu penguatan kolaborasi, inteligen, wilayah pesisir dan perbatasan negara, kerja sama dengan negara perbatasan, penguatan sumberdaya manusia dan infrastruktur serta penguatan tematik dan ikonik. (*)

Editor : Mangindo Kayo
Sumber : Rilis