Pemprov Sumbar Aplikaskan SPM Kategori Paripurna, Raih Peringkat 7 Nasional

×

Pemprov Sumbar Aplikaskan SPM Kategori Paripurna, Raih Peringkat 7 Nasional

Bagikan berita
Gubernur Sumbar, Mahyeldi saksikan pimpinan OPD tanda tangan kontrak kerja penerapan SPM usai kegiatan Rakor bersama seluruh pemerintah kabupaten dan kota se-Sumatera Barat di auditorium gubernuran Sumbar, Selasa. (humas)
Gubernur Sumbar, Mahyeldi saksikan pimpinan OPD tanda tangan kontrak kerja penerapan SPM usai kegiatan Rakor bersama seluruh pemerintah kabupaten dan kota se-Sumatera Barat di auditorium gubernuran Sumbar, Selasa. (humas)

PADANG (5/8/2025) - Gubernur Sumbar, Mahyeldi menegaskan pentingnya menjadikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) di seluruh daerah di Sumbar, sebagai prioritas utama dalam setiap tahapan pembangunan di daerah.

Mulai dari perencanaan hingga penganggaran, semua harus mengacu pada pemenuhan pelayanan dasar bagi masyarakat.

“SPM harus masuk secara eksplisit ke dalam dokumen perencanaan daerah seperti Renstra, Renja dan RKPD, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” tegas Mahyeldi.

Hal itu disampaikannya, saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) bersama seluruh pemerintah kabupaten dan kota se-Sumatera Barat di auditorium gubernuran Sumbar, Selasa. Tema utama yang diangkat kali ini adalah koordinasi penerapan SPM.

Dikatakan Mahyeldi, Rakor ini bukan sekadar pertemuan rutin, Rakor ini jadi ajang penting untuk menyamakan langkah dan memperkuat komitmen bersama dalam memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan dasar yang adil, merata dan berkualitas.

Tak hanya itu, ia juga menekankan bahwa penyusunan anggaran jangan sekadar mengikuti plafon yang tersedia, tapi harus benar-benar mencerminkan kebutuhan riil di lapangan.

Koordinasi antar-OPD serta antar pemerintah pusat dan daerah juga harus diperkuat agar pelayanan dasar tidak terfragmentasi.

Terkait keterbatasan anggaran, Mahyeldi mendorong pemerintah daerah untuk berpikir kreatif. Di antaranya dengan menjalin kerja sama dengan dunia usaha, memanfaatkan program CSR dan menjajaki pembiayaan inovatif, seperti yang diatur dalam Permendagri No 59 Tahun 2021.

“Saya mengapresiasi daerah-daerah yang tetap gigih memenuhi SPM meski terkendala fiskal dan kondisi geografis. Ini bukti komitmen luar biasa yang harus kita pertahankan dan perkuat,” tegasnya.

Dalam Rakor itu, hadir sebagai narasumber Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Restuardy Daud. Ia memaparkan bahwa capaian SPM di Sumatera Barat mengalami peningkatan signifikan sejak 2019.

“Dari 60 persen, kini kita sudah di angka 98% pada tahun 2024. Ini bahkan lebih tinggi dari rata-rata nasional yang hanya 87,8%,” jelasnya.

Ia mengatakan, capaian itu bukan hanya berkat kerja Pemprov, tapi juga hasil sinergi dan kerja keras seluruh kabupaten/kota.

Tiga daerah yaitu Provinsi Sumbar, Kota Padang dan Kota Payakumbuh sudah menuntaskan SPM secara paripurna. Sementara daerah lainnya sudah berada di kategori “tuntas madya” alias di atas 90%.

Namun, ada beberapa catatan yang perlu jadi perhatian, terutama di sektor kesehatan di beberapa daerah yang masih di bawah rata-rata nasional, seperti Kota Sawahlunto, Kota Padang Panjang, Padang Pariaman, Pasaman Barat, dan Kepulauan Mentawai.

Secara nasional, Sumatera Barat saat ini berada di peringkat ke-7 dalam pelaksanaan SPM. Ini menjadi prestasi membanggakan, tapi juga tantangan untuk bisa terus memperbaiki diri.

Tahun ini, Mahyeldi juga berhasil meraih SPM Award sebagai yang terbaik se-Pulau Sumatera, sementara Kota Padang menjadi yang terbaik untuk kategori kabupaten/kota.

Perlu perubahan strategi dan mekanisme baru lanjut Restuardymenjelaskan bahwa mulai 2025 hingga 2029, pelaksanaan SPM akan memakai mekanisme dan target baru.

Lima Poin Penting SPM:

Indikator kinerja belum 100% tercapai.

  • Masih banyak indikator yang belum memenuhi target sesuai perintah konstitusi.

Target layanan dan mutu harus tepat sasaran.

  • Masih ada perbedaan pandangan soal siapa saja yang berhak menerima layanan dasar.

Data harus makin akurat.

  • Prediksi kebutuhan, seperti jumlah ibu hamil, masih sulit dilakukan dengan tepat.

Target bisa disesuaikan.

  • Di triwulan kedua, daerah diberi ruang untuk menyesuaikan target supaya tetap bisa mencapai standar 100%.

Pengawasan ketat terus dilakukan.

  • Baik oleh Ombudsman, BPK, KPK, maupun BPKP, agar pelaksanaan SPM tetap sesuai aturan.

Seluruh arahan dan perubahan ini sudah dituangkan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri yang diterbitkan Mei 2025 sebagai pedoman pelaksanaan SPM ke depan.

Di akhir penyampaiannya, Restuardy mengingatkan bahwa SPM bukan hanya soal laporan atau angka. Di balik itu semua, ada hak masyarakat yang harus dijamin dan kewajiban pemerintah yang harus ditunaikan.

Ia juga menekankan pentingnya memasukkan SPM ke dalam dokumen RPJMD yang sedang disusun. Di setiap daerah, harus ada Tim Penerapan SPM yang dipimpin Sekda dan didampingi oleh pejabat dari bagian pemerintahan. Tim ini harus bekerja optimal dan melaporkan hasil secara berkala.

“Mari pastikan layanan dasar untuk masyarakat kita terus berjalan dan semakin baik,” tutup Restuardy. (*)

Editor : Mangindo Kayo