PESISIR SELATAN (13/8/2025) - Neni Nur Hayati, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, menyebut demokrasi kita sedang tidak baik - baik saja.
Perihal ini dipaparkan, selaku pemateri, dalam Diskusi bersama jajaran Bawaslu Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, di Sago, Painan, Selasa (12/8/2025).
Gelaran diskusi Penguatan Kelembagaan, dalam Rangka Mewujudkan Pemilu berkualitas, Responsif, Sinergi, dan Adaptif ---Pasca Putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024-- tersebut, mengangkat tema: Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu.
Diskusi di moderatori Bambang Putra Niko, Koordiv Hukum & Penyelesaian Sengketa, Bawaslu Pesisir Selatan.
Selain Neni, juga ada pemateri dari Setkab Pessel: Gunawan -- Staf Ahli Bidang Pemerintahan Hukum & Politik.
Dan, Benni Kharisma Arrasuli (Akademisi), serta Andri Rusta (Akademisi).
Peserta dari Pemkab Pessel, Bawaslu, KPU, Polres, Kodim 0311, Parpol, Ormas, OKP, Perguruan Tinggi, SLTA, dan lainnya
Neni merupakan Alumni Magister Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran ---juga sedang menempuh S3 di universitas yang sama.
DEEP Indonesia, adalah lembaga Non Government Organisation (NGO). Lahir untuk menjawab kesenjangan, antara harapan demokrasi, dengan realitas demokrasi, yang terjadi di Indonesia.
"Karena, sudah saatnya berbagai issue demokrasi menjadi milik publik, bukan hanya milik elit politik," ucap Neni.
Pasca keluarnya Putusan MK 135, sebut dia, DEEP Indonesia sudah melakukan kajian - kajian, pandangan, dan juga mempunyai pendapat.
"Dimana, Hari ini, Kalau kita bicara demokrasi, Demokrasi kita sedang tidak baik - baik saja," ujar Neni.
Bahkan, lanjutnya lagi, menurut laporan Economist Intelligence Unit (EIU), berada pada kategori "Flawed Democracy" (demokrasi cacat) Indeks Demokrasi 2024.
"Beberapa negara lain di dunia, dianggap memiliki demokrasi yang cacat, termasuk Indonesia, adalah India, Turki, dan beberapa negara di Amerika Latin," ucapnya.
Saat ini, kita sedang mangalami era ketidak pastian. Semua itu serba tidak pasti.
Kenapa, di tahun 2019 lalu, kita Pemilihan Serentak. Tahun 2024 juga Pemilihan Serentak.
Tiba - tiba muncul putusan MK 135 ---pemisahan pemilu nasional & pemilu daerah.
Yang menariknya, dalam putusan MK 135, ke - 9 Hakim MK (seluruh hakim), tidak ada yang Dissenting Opinion, alias tidak ada pendapat berbeda.
"Pertanyaannya, ada apa ini ?" ucap Neni.
Nah, untuk itu, mau tidak mau, kita harus siap dengan kondisi ketidak pastian ini.
"Siap menghadapi nyala Sein Kanan, yang bisa saja, tiba - tiba belok ke Kiri," ujar Neni.
Mau Dibawa kemana Bawaslu ?
Menyikapi situasi di atas, muncul pertanyaan: Ke depan, Bawaslu mau dibawa kemana ?
"Apakah akan dijadikan Ad Hoc lagi ? ", ucap Neni.
Atau, dipertahankan lembaga Bawaslu ini, tapi peran dan wewenangnya diperkuat.
"Sehingga, keberadaan Bawaslu, betul - betul menjadi institusi menegakkan keadilan pemilu," ujarnya.
Untuk itu, ada 10 Point Rekomendasi Penguatan Bawaslu, ke depan.
Diantaranya:
1. Evaluasi Sentra Gakkumdu. Ini sangat penting. Sentra ini mau dibawa kemana? Sebab, banyak kasus itu tidak bisa naik, tidak bisa inkrah.
Ini bukan karena Bawaslu tidak becus, tapi karena di situ ada institusi lain, seperti: Kejaksaan dan Kepolisian.
"Yang kerap kali berbeda pandangan terkait dalam satu kasus. Dan ini perlu dilakukan evaluasi," ucap Neni.
2. Peningkatan Kapasitas Jajaran Pengawas Pemilu.
3.Tumpang Tindih Regulasi & Ego Sentris Penyelenggara.
"Salah satu kuncinya, membangun mutual understanding," ujarnya.
4. Memperbaiki Komunikasi Publik.
5. Pengawasan Transparansi & Akuntabilitas Dana Kampanye.
6. Adaptasi dengan AI & Transformasi Kelembagaan.
7. Kapasitas Hukum & Tidak Terjadi Banyak Perubahan di tengah Kontestasi Sedang Berlangsung.
8. Aturan Relawan dalam Kampanye.
9. Adanya Hak Imunitas untuk Penyelenggara Pemilu untuk Kemandirian.
10. Problematika Seleksi Penyelenggara Pemilu.
"Point - point ini, perlu ditekankan, untuk dijadikan penguatan di Bawaslu," ucap Neni.
Reformasi Bawaslu
DEEP Indonesia juga berpendapat, kalau Bawaslu, sepertinya sudah perlu melakukan reformasi, di tubuhnya sendiri.
Maksudnya, papar Neni, Bawaslu tidak lagi menjadi Badan Pengawas Pemilu, tapi menjadi Badan Ajudikasi Pemilu , atau Badan Peradilan Pemilu.
"Kenapa begitu, karena kerja pengawasan itu, serahkan saja ke masyarakat. Dimana saat ini, laporan lebih banyak dari temuan (pelanggaran pemilu)," ujarnya.
Apalagi, masyarakat juga sudah kritis , cerdas, dan bisa menjadi Pengawas Partisipatif ---yang dibentuk oleh Bawaslu.
"Dan, sudah saatnya Bawaslu melakukan Reformasi untuk kelembagaan," terang Neni Nur Hayati.(tsp/tsp)
Editor : Tusrisep