Malaysia Deportasi 43 PMI Via Pelabuhan Dumai, Ini Rincian Daerah Asal

Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau, Fanny Wahyu Kurniawan memberikan arahan pada PMI usai dideportasi dari Malaysia, Sabtu sore. (humas)
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau, Fanny Wahyu Kurniawan memberikan arahan pada PMI usai dideportasi dari Malaysia, Sabtu sore. (humas)

PEKANBARU (27/9/2025) - Sebanyak 43 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari Malaysia dipulangkan ke Indonesia via Pelabuhan Internasional Dumai, Sabtu (27/9/2025).

PMI yang masuk secara nonprosedural itu tiba di sekitar pukul 16.10 WIB. Para PMI yang dideportasi itu terdiri dari 32 laki-laki dan 11 orang perempuan.

“PMI ini dipulangkan Pemerintah Malaysia dari Depot Tahanan Imigrasi (DTI) Kemayan, Pahang, melalui koordinasi antara Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru dan BP2MI Riau,” ungkap Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau, Fanny Wahyu Kurniawan.

Daerah asal 43 PMI tersebut dari berbagai provinsi yakni Jawa Timur: 15 orang, Aceh: 9 orang, Sumatera Utara: 6 orang, Nusa Tenggara Barat (NTB): 7 orang, Riau : 3 orang, Jambi, Banten dan Jawa Barat masing-masing 1 orang.

Proses pemulangan ini merupakan bagian dari komitmen negara dalam memberikan pelindungan kepada PMI, termasuk mereka yang berada dalam kondisi rentan.

“Negara hadir untuk setiap PMI, termasuk yang dalam kondisi rentan. Kami menerima 43 PMI yang dideportasi,” ujar Fanny.

Setibanya di pelabuhan, seluruh PMI menjalani pemeriksaan dokumen oleh Imigrasi Kota Dumai serta pemeriksaan kesehatan awal oleh Balai Kekarantinaan Kesehatan Pelabuhan.

Para PMI kemudian didampingi oleh P4MI Dumai untuk proses registrasi IMEI di Bea Cukai. Setelahnya, mereka dibawa ke Rumah Ramah PMI P4MI Kota Dumai guna pendataan, layanan dasar, serta fasilitasi pemulangan ke daerah asal.

Fanny menambahkan, edukasi terus diberikan agar masyarakat tidak tergiur bekerja ke luar negeri secara ilegal.

“Kami terus melakukan edukasi tentang bahaya bekerja secara nonprosedural. Banyak dari mereka tidak menyadari risikonya hingga berakhir dideportasi.”

“Kehadiran kami bukan hanya menjemput, tapi juga memulihkan dan menyampaikan bahwa negara tidak diam,” jelasnya. (*)

Editor : Mangindo Kayo