SAWAHLUNTO (30/10/2025) - Kepolisian memastikan tidak ada unsur kekerasan maupun perundungan (bullying) dalam kasus meninggalnya BE (15), siswa kelas IX SMP Negeri 7 Kota Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar).
BE ditemukan tewas dengan kondisi leher terlilit dasi di jendela ruang kelasnya pada Selasa (28/10/2025) sekitar pukul 12.00 WIB.
Dari hasil pemeriksaan dan visum luar, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh korban.
“Beberapa hal yang kami pelajari menunjukkan ini murni bunuh diri. Tidak ada indikasi bullying,” kata Kapolsek Barangin, Ipda Gorrahman, Kamis.
Ia menyebutkan, pihaknya telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk teman dekat korban, guru, hingga orang tua.
Hasil keterangan menunjukkan, korban tidak pernah mengeluh atau mengalami perlakuan tidak menyenangkan di sekolah.
“Keluarga juga meyakini anaknya tidak di-bullying karena BE adalah anak asli daerah situ, jadi kecil kemungkinan menjadi korban perundungan,” ujarnya.
Menurut Gorrahman, BE dikenal sebagai siswa ceria dan aktif di sekolah.
Namun polisi menduga korban tengah menghadapi tekanan pribadi yang tidak diungkapkan kepada siapa pun.
“Kayaknya karena tekanan ekonomi dan kurang perhatian keluarga. Masalah pribadi itu mungkin dipendam sendiri,” jelasnya.
Ia menambahkan, penyelidikan masih berlanjut untuk memastikan motif di balik tindakan nekat tersebut.
Polisi juga mengimbau agar pihak sekolah dan orang tua lebih memperhatikan kondisi psikologis para pelajar.
“Kami berharap semua pihak lebih peduli. Banyak konten di media sosial yang tidak mendidik dan bisa memengaruhi anak-anak. Ini harus jadi perhatian bersama,” pungkasnya.
Sebelumnya Kota Sawahlunto kembali diguncang kabar duka dari dunia pendidikan.
Seorang pelajar SMPN 7 Sawahlunto berinisial BE (15) ditemukan meninggal dunia di dalam ruang kelasnya, Selasa siang.
Kejadian tragis ini memicu penyelidikan mendalam, baik oleh Dinas Pendidikan (Disdik) maupun pihak kepolisian, karena diduga berkaitan dengan kasus perundungan (bullying) di lingkungan sekolah.
Kepala Disdik Kota Sawahlunto, Asril, membenarkan adanya indikasi yang kini sedang ditelusuri.
“Kami tidak ingin terburu-buru menyimpulkan. Semua kemungkinan masih kami dalami, termasuk dugaan adanya tekanan sosial atau bullying yang mungkin dialami korban,” ujarnya.
BE ditemukan dalam kondisi mengenaskan, lehernya terlilit dasi dan terikat pada jendela kelas.
Menurut keterangan awal, korban lebih dulu mengikuti pelajaran di laboratorium bersama teman-temannya sebelum pamit kembali ke kelas.
Tak lama berselang, siswa lain menemukan BE sudah tak bernyawa.
“Anaknya dikenal pendiam, tidak banyak bicara, dan berprestasi. Tidak ada tanda-tanda masalah sebelumnya. Kami sangat terkejut,” kata Asril dengan nada berduka.
Kini, Disdik bekerja sama dengan kepolisian untuk menggali keterangan dari guru, teman sekelas, dan keluarga korban.
Investigasi internal juga dilakukan guna memastikan apakah ada bentuk kekerasan verbal, sosial, atau fisik yang dialami BE sebelum kejadian.
Selain mencari penyebab, tragedi ini menjadi alarm keras bagi dunia pendidikan.
Disdik Sawahlunto berjanji memperkuat langkah pencegahan melalui edukasi kesehatan mental, pelatihan guru dalam deteksi dini masalah siswa, serta penanaman nilai empati dan anti-bullying di sekolah.
“Kami tidak ingin ada lagi anak-anak yang merasa sendirian atau tertekan di sekolah. Kejadian ini harus jadi momentum untuk membangun sekolah yang benar-benar aman dan manusiawi,” tutup Asril. (*)
Editor : Pariyadi Saputra