“Laju peningkatan harga tersebut dipengaruhi pola konsumsi masyarakat pada periode HBKN Nataru yang cenderung meningkat di tengah terbatasnya pasokan,” ungkapnya.
Secara spasial, seluruh Kabupaten/kota, IHK di Sumatera Barat mengalami inflasi. Kabupaten Pasaman Barat mengalami inflasi 0,73% (mtm).
Kabupaten Dharmasraya, inflasi 0,30% (mtm). Kota Padang inflasi sebesar 0,25% (mtm) dan Kota Bukittinggi inflasi 0.34% (mtm).
Realisasi kabupaten/kota tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, kecuali Kabupaten Dharmasraya yang tercatat inflasinya lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.
Secara tahunan, Kota Bukittinggi mencatatkan inflasi tertinggi sebesar 1,68% (yoy) di antara 4 (empat) wilayah sampel IHK Sumatera Barat.
Diikuti Kota Padang 1,00% (yoy), Kabupaten Dharmasraya 0.49% (yoy), dan Kabupaten Pasaman Barat sebesar 0,37% (yoy).
Dengan demikian, penambahan dua wilayah yang dihitung dalam inflasi Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Dharmasraya, mencerminkan bahwa terdapat variasi dinamika ekonomi di Provinsi Sumatera Barat.Dua kota yaitu Kota Padang, dan Kota Bukittinggi sebagai sentral aktifitas ekonomi yang berbasis pada services berupa perdagangan dan pariwisata menunjukan laju inflasi yang lebih tinggi.
Ketidakmampuan kedua kota dalam menyediakan pasokan produksi secara mandiri, sedangkan secara siklus, populasi manusia di kedua kota tersebut dapat meningkat pesat akibat pola-pola musiman periode Hari Besar Keagamaan Nasional, kurang dapat diantisipasi dengan manajemen stok pre-emptive.
Sementara itu, pada kedua Kabupaten Pasaman Barat dan Dharmasraya, meski terdapat peningkatan aktivitas ekonomi akibat kuatnya sektor perkebunan, dapat diantisipasi oleh produksi yang memadai secara mandiri.
Editor : Mangindo Kayo