Terkait itu, Daniel pun sepakat dengan Prabowo, agar Indonesia membantu negara lain yang membutuhkan.
“Tapi sebelum membuka keran ekspor, kita minta Pemerintah memastikan harga gabah dibeli secara adil, tata niaga beras dikendalikan negara, dan tidak ada kelangkaan yang hanya akan menyuburkan spekulasi dan keresahan publik,” ungkap Politisi Fraksi PKB ini.
Dikesempatan itu, Daniel menyinggung data harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang saat ini justru di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yakni Rp 6.500 per kg seperti yang sudah ditetapkan pemerintah.
Kondisi ini, kata Daniel, menimbulkan kekhawatiran bahwa surplus beras nasional belum sepenuhnya berhasil.
“Kebijakan ekspor beras tidak bisa dilepaskan dari realitas di lapangan. Jika petani tidak mendapat harga yang layak dan distribusi pangan masih dikuasai segelintir pelaku, maka ekspor hanya akan menambah jurang ketimpangan,” ujarnya.
Belajar dari Sejarah
Daniel juga menyoroti sejarah Indonesia yang pernah mengalami krisis pangan, seperti pada tahun 1998. Ia harap, pengalaman-pengalaman ini dapat menjadi bahan pertimbangan dari pemerintah.“Kita harus belajar dari pengalaman. Negara-negara yang terburu-buru mengekspor bahan pangan sebelum sistem domestik kuat, justru menghadapi lonjakan harga dan gejolak sosial,” ungkap dia.
“Jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama,” ucap Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I itu.
Oleh karenanya, Daniel mengingatkan, agar keputusan ekspor harus didasarkan pada kalkulasi yang adil dan menyeluruh.
Editor : Mangindo Kayo