SURAKARTA (16/7/2025) - Anggota Komisi VIII DPR RI, Atalia Praratya mengungkapkan, Program Sekolah Rakyat yang digagas Kementerian Sosial memantik kecemburuan sosial ditengah masyarakat.
Atalia mengaku, ketika menyampaikan informasi tentang Sekolah Rakyat ke masyarakat, 70 persen tanggapannya justru bernada kecemburuan.
“Mereka mempertanyakan, ‘Bagaimana dengan sekolah negeri kami?’ Bahkan ada yang menyebut kursinya rusak, atapnya hampir roboh, dindingnya pun bukan dari tembok,” ujar Atalia Praratya usai kunjungan ke Sekolah Rakyat Sentra Terpadu Prof Dr Soeharso di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu.
Namun, menurut Atalia, hal ini tidak seharusnya menjadi alasan untuk menurunkan standar Sekolah Rakyat, melainkan menjadi pemicu perbaikan sistemik di sektor pendidikan nasional.
“Ini bukan alasan untuk mundur ke belakang. Bukan berarti Kemensos menurunkan kualitasnya, justru sekolah negeri yang harus berbenah.”
“Ini menjadi tantangan bagi Kemendikbud, karena sekarang mereka punya ‘pesaing’ dalam hal kualitas layanan pendidikan,” jelasnya.Atalia menekankan, program Sekolah Rakyat adalah proyek strategis nasional pertama yang secara langsung menargetkan pemutusan rantai kemiskinan melalui jalur pendidikan.
“Ini adalah proyek pertama di Indonesia yang fokus pada bagaimana memutus rantai kemiskinan. Dan saya kira niat baik ini tidak boleh disia-siakan.”
“Harus dijaga, dikawal, dan ditingkatkan agar betul-betul memberi dampak pada perekonomian keluarga peserta didik,” ungkapnya.
Lebih jauh, Atalia meminta agar tidak ada labelisasi negatif terhadap anak-anak Sekolah Rakyat. Ia menolak keras bila peserta didik dilekatkan dengan identitas sebagai "anak miskin" atau "korban kemiskinan ekstrem."
Editor : Mangindo Kayo