E-sport adalah cabang olahraga yang menggunakan game sebagai cabang kompetitifnya. Pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XX, e-sport menjadi salah satu cabang yang dipertandingkan.
Perkembangan e-sport ini berdampak pada dunia pendidikan dengan mayoritas peserta didik yang gemar bermain game.
Apalagi, pascapandemi covid-19, pembelajaran yang sebelumnya dilaksanakan secara daring (dalam jaringan) kini kembali menjadi pembelajaran tatap muka new normal.
Sekolah yang sebelum pandemi melakukan pembatasan bagi peserta didik untuk membawa handphone ke sekolah, kini tidak lagi.
Pembelajaran yang dilaksanakan justru dikembangkan ke arah digitalisasi berupa pelaksanaan pembelajaran kolaborasi daring dan tatap muka.
Bukan hal yang asing saat ini jika peserta didik memanfaatkan waktu istirahat dengan bermain game. Bahkan, mereka rela tidak ke kantin demi games atau bahkan mencuri-curi waktu belajar untuk games.
Dilema etika terkadang muncul melihat peserta didik sibuk dengan games, tak peduli dengan guru yang lewat di depan peserta didik sekali pun.Dilema juga muncul dari laporan orang tua saat kegiatan parenting bahwa peserta didik lebih banyak menghabiskan waktu untuk bermain games di rumah.
Orang tua harus meminta anaknya keluar kamar untuk makan. Lalu, selebihnya aktivitas dilakukan di kamar dengan handphone dan games.
Peserta didik juga tidak lagi melakukan persiapan untuk penilaian sumatif karena menghabiskan waktu dengan games online bersama teman-temannya dengan istilah main bareng (mabar) sampai larut malam.