Keempat, saat Palagan Ambarawa, yang dimiliki TKR hanyalah semangat membara, tanpa dukungan alutsista yang memadai. Namun semua bisa menjadi kekuatan besar. Kunci penting adalah inovasi, kreatifitas dan totalitas. Gagasan ini yang harus dimiliki seluruh prajurit, khususnya internal AD.
Inovasi bisa dilakukan oleh siapa saja. Prinsipnya adalah tidak pernah puas dengan apa yang ada, selalu berusaha mencari sesuatu perubahan baru. Prajurit semestinya memegang ini, yaitu bersama-sama masyarakat menciptakan inovasi teknologi yang berguna bagi kepentingan orang banyak.
Kelima, penting dipahami bahwa sekarang yang dihadapi nyata adalah peperangan cyber dan perang tanpa senjata. Sandarannya adalah TI. Seluruh unsur TNI AD, mulai dari Bintara, Tamtama, maupun Perwira harus melek terhadap ini. Oleh karena itu bijak dan cerdas dalam memanfaatkan TI harus dipahami betul. TI harusnya jadi senjata untuk melumpuhkan lawan dan melakukan serangan balik. Jangan melawan TI, tapi bersahabatlah dengannya dan jadikan ia senjata sekaligus alat utama.
Kegagalan dalam memanfaatkan TI hanya berdampak negatif bagi individu dan satuan. Jangan sampai TI justru jadi boomerang, senjata yang makan tuannya sendiri. Karena itu, jajaran TNI AD wajib melek media, paham fungsi, kekuatan, sekaligus ancamannya.
Keenam, sejak masa Jenderal Soedirman dulu hingga sekarang, satu hal yang tak boleh berubah adalah kesatuan dengan rakyat. Tentara rakyat adalah slogan yang harus tertanam secara kuat. Kondisi rakyat mungkin berubah, dan jajaran TNI AD harus menyesuaikan diri dengannya. Karena itu, kreatifitas dan inovasi terkait dengan persoalan-persoalan kekinian di masyarakat, wajib dipahami.
Kalau sekarang rakyat terbentur pada masalah teknologi pertanian, TNI AD harus bisa hadir sebagai inovator. Jika bencana selalu menghantui, maka prajurit harus jadi garda terdepan memberikan rasa nyaman dan aman. Semua adalah dalam rangka menjalin kebersamaan dan keterikatan kuat dengan basisnya. Sishanta ada dalam posisi ini, karena itu pembinaan teritorial harus dikedepankan.
Sementara itu, secara global, persoalan menonjol saat ini adalah derasnya desakan dan rongrongan arus liberalisme di semua sisi. Jika dulu ada perseteruan kuat antara paham sosialisme dan kapitalisme, maka kekuatan besar sekarang adalah sisi kapitalisme yang didorong oleh kuatnya rongrongan liberalisme. Paham ini terus masuk dengan berbagai metode yang menggunakan TI sebagai senjata dan titiannya. Yang digerus adalah sisi ke Indonesiaan, pelan tapi pasti itu terus didesak dan mengikuti alurnya.Konkrit dari paham ini adalah menguatnya aspek individualistis di kalangan masyarakat, sementara keguyuban dan kebersamaan mulai mengendor. Ini ancaman mendasar. Saat masyarakat lebih mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang keserasian sosial bersama warga lain, disitulah kekuatan sudah hilang. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, maka kondisi tercerai berai inilah yang tampak nyata.
Bagi TNI AD, ini harus dilawan, bukan lagi diwaspadai, karena ia sudah menyerang. Jalinan sosial di masyarakat sudah menjadi ruang-ruang kosong. Kita yakin ruang itu masih ada, modal sosial masih kuat, tetapi tak lagi terisi dan berganti dengan ruang baru yang sebenarnya melemahkan. Masyarakat sudah masuk ke ruang baru yang isinya adalah individu-individu yang tak lagi saling percaya, semua berjalan sendiri-sendiri.
Sekilas itu tampak seperti kekuatan, padahal ia ibarat buih-buih di lautan yang tercerai berai. Disini, TNI AD harus mengambil tindakan, mengisi kembali ruang kosong, membangun lagi ikatan sosial yang masih bisa diselamatkan.