“Ini bukan sekadar ajang pameran. Ini adalah momentum untuk menampilkan hasil proses literasi masyarakat, mulai dari membaca, menulis, hingga mengekspresikannya dalam bentuk visual, seni, dan pertunjukan,” ujar Yan Kas Bari.
Festival ini akan diisi 50 stand, melibatkan kelurahan, sekolah, taman bacaan masyarakat, pelaku UMKM serta lembaga strategis seperti Bulog dan Bank Indonesia.
Sejumlah pejabat provinsi dan kepala DPK dari berbagai kabupaten/kota di Sumatera Barat juga dijadwalkan hadir untuk menyaksikan geliat literasi di Kota Serambi Mekkah ini.
Warisan yang Dicintai dan Dirawat
Diselenggarakan Komunitas Seni Hitam Putih dan didukung Program Dana Indonesiana-LPDP dari Kementerian Kebudayaan, Festival Pamenan Minangkabau #2 mengangkat tema “Padusi di Rumah Gadang.”
Tema ini menggambarkan peran sentral perempuan Minangkabau sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang, penjaga nilai-nilai budaya dan pengikat harmoni dalam tatanan adat.
Direktur Festival, Afrizal Harun menjelaskan, “pamenan” dalam konteks budaya Minangkabau berarti segala sesuatu yang dicintai dan dirawat oleh masyarakat.Nilai-nilai ini hadir melalui empat unsur utama: kato (kata), mato (penglihatan), talingo (pendengaran) dan raso (perasaan)—yang dituangkan dalam pertunjukan tari, musik, hingga atraksi budaya lainnya.
Festival kali ini menghadirkan 20 pamenan, didominasi partisipasi perempuan dari berbagai komunitas, termasuk kelompok Lansia dan organisasi Bundo Kanduang, yang akan menampilkan Mars Bundo Kanduang sebagai simbol kehormatan terhadap kiprah perempuan.
“Salah satu sesi yang menarik adalah halakah budaya, forum diskusi reflektif yang mengeksplorasi peran perempuan Minangkabau dari masa ke masa, baik dalam ranah domestik, publik, maupun kebudayaan,” kata Afrizal Harun.
Editor : Mangindo KayoSumber : Rilis