Kota Padang Panjang, yang kerap dijuluki sebagai “Kota Hujan,” jadi sumber inspirasi utama. Hujan di kota ini bukan gangguan, tapi bagian dari keseharian yang memantik gagasan.
“Di tengah dominasi jas hujan berdesain standar dan monoton di pasaran, karya ini mencoba membalik pandangan: bagaimana jika jas hujan tak hanya fungsional, tapi juga modis dan estetik,” kata Desra Imelda, desainer busana kepadapers, usai tampil.
Desain “Bergaya dalam Basah” memadukan elemen dari beragam gaya busana—darifeminine romanticdanclassic eleganthinggaexotic dramaticdancasual.
Hasilnya adalah busana yang tetap nyaman dan tahan air, namun juga tampil penuh karakter dan daya tarik visual.
Karya ini menunjukkan bahwa bahkan dalam hujan deras, seseorang tetap bisa tampil anggun dan percaya diri.
Lewat karya ini, Qytara Handycraft tidak hanya menghadirkan busana, tapi juga visi: menjadikan Padang Panjang sebagai pusat produksi jas hujan artistik di Indonesia.Dimana, fungsionalitas dan keindahan tak harus saling meniadakan, melainkan bisa berjalan beriringan—seperti hujan dan langkah yang tetap bergerak.
Pembukaan Festival Pamenan Minangkabau #2 ditandai dengan penabuhan gendang oleh Wako Padang Panjang, Hendri Arnis bersama Femmy dari Budaya Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III Sumatera Barat Kementerian Kebudayaan RI.
Juga diikuti Sekretaris Daerah Kota, Sonny Budaya Putra; Rektor Institut Seni Indonesia (ISI), Febri Yulika, Ketua TP-PKK Kota, Maria Feronika Hendri, Ketua DWP, Sri Hidayani Sonny, Afrizal Harun, Direktur Festival.
Pembukaan resmi juga diiringi dengan dentuman empat mariam batuang. Seribuan penonton menyaksikan dengan riang bahagia FPM#2, iven seni partisipasi rakyat yang memanfaatkan ruang publiknya ini.
Editor : Mangindo Kayo