"Saat ini, waktu dan energi kita lebih banyak membahas dampak negatif. Padahal, jika kita terus bicara sisi negatif, air putih ini saja punya, jika dikonsumsi berlebihan,” terang Alex sembari menunjuk gelas air di hadapannya.
Diketahui, tanaman Kratom ini sempat tersandera oleh berbagai regulasi terkait statusnya yang masih terlarang.
Di antaranya, Surat Edaran Kepala BPOM No HK.04.4.42.421.09.16.1740 tahun 2016 tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna Speciosa (kratom) dalam obat tradisional dan suplemen kesehatan.
Kemudian, BNN mengkategorikan daun kratom sebagai NPS dan merekomendasikannya ke dalam jenis narkotika golongan 1 dalam UU No 35 Tahun 2009. Karena, memiliki efek samping yang membahayakan, apabila penggunaannya tidak sesuai takaran.
NPS adalah new psychoactive substances atau zat yang disalahgunakan baik dalam bentuk murni maupun sediaan, yang tidak diatur oleh Konvensi Tunggal Narkotika 1961 atau Konvensi Zat Psikotropika 1971, yang dapat menimbulkan ancaman kesehatan masyarakat.
Karena terdapatnya sisi negatif menurut aturan dua lembaga negara itu, pemerintah kemudian mengatur tata kelola dan tata niaga Kratom untuk keperluan ekspor.Aturan tersebut di antaranya, Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 22 Tahun 2023 tentang Barang Yang Dilarang untuk Diekspor.
Kemudian, Permendag No 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Permendag No 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Dengan hadirnya dua beleid ini, ditetapkanlah bahwa kratom yang masuk kategori larangan ekspor, berupa daun dan remahan kasar. Sedangkan kratom remahan halus dan dalam bentuk bubuk, diizinkan untuk ekspor. (*)
Editor : Mangindo Kayo