Selain itu, juga ada Bokkoi (Macaca pagensis), monyet endemik yang aktif di siang hari, ditemukan di hutan bakau, hutan pantai, hutan sekunder dan hutan primer di beberapa pulau seperti Pagai Selatan, Pagai Utara dan Sipora.
Juga ada Lutung Mentawai (Presbytis potenziani siberu) adalah jenis monyet daun endemik Mentawai.
“Di kawasan TNS ini ketika sudah jadi geopark nanti, pengunjung dapat menjelajahi hutan tropis untuk melihat flora dan fauna khas, serta berinteraksi dengan budaya masyarakat lokal di desa adat seperti Kampung Betumonga,” ungkap Aban.
Dengan potensinya ini, terang Abang, Pulau Siberut yang merupakan pulau terbesar di Kepulauan Mentawai, akan dijadikan salah satu lokasi terbaik untuk melihat keanekaragaman hayati endemik.
“Kita berupaya, bagaimana kawasan yang sudah diserahkan 70 hektar itu, tidak ada lagi warga yang membutuhkan monyet-monyet di sana untuk dikonsumsi,” ungkapnya.
“Untuk melindungi monyet-monyet itu, tentunya harus ada ditempatkan petugas di sekitar lokasi,” tambah dia.
Disamping dilestarikan alamnya, terang Aban, geopark ini nantinya juga harus menciptakan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar. Seperti, membuat pintu gerbang dan pos, dimana akan ada tempat penjualan tiket masuk untuk melihat keindahan alamnya dan beberapa hewan yang ada di dalam hutan tersebut.Dijelaskan Aban, untuk melihat aktifitas monyet seperti bermain di pohonan, berenang di pantai yang ada di dekat lokasi hutan, kondisinya masih sangat alami.
“Kita akan bangun menaranya sedemikian rupa, agar ada daya tariknya. Karena ini bukan kebun binatang,” tukas dia.
Di Lokasi Matotonan itu nantinya, akan ditata sedemikian rupa seperti adanya area parkir, kafe, penginapan dan lokasi lapak-lapak UMKM.
Editor : Mangindo Kayo