Sekarang proses dekonstruksi dan rekonstruksi ini sepertinya sedang dipraktekkan terhadap Negara ini. Negara sedang menjalani proses cetak biru. Negara sedang melakukan dekonstruksi dengan membuat tafsir ulang terhadap simbol-simbol, menggugat otoritas lama dan memberi makna baru terhadap sejarah dan identitas.
Sekurangnya itulah yang saya rasakan sebagai warga Negara.
Jadi agak naif, jika masyarakat sekarang menuntut Mr Presiden untuk memenuhi janji-janjinya ketika kampanye dulu menuntut harga murah, menuntut lapangan kerja lebih banyak, menuntut biaya kesehatan BPJS rendah dll- karena memang kosentrasi presiden dan rezim sekarang tidak untuk memenuhi janji-janji itu, tapi berkosentrasi untuk membuat cetak biru Negara ini.
Jadi agak keliru kalau orang menganggap program rezim sekarang tidak berjalan. Memang program dalam bentuk janji-janji itu banyak yang tidak jalan, tapi rencana rezim untuk membuat cetak biru Negara ini berjalan dengan mulus dan hampir selesai.
Seperti apa cetak biru Negara ini? Sama-sama kita lihat saja. Tidak terkatakan tapi bisa dirasakan.Namun, yang pasti dalam pemahaman dekonstruksi seperti yang dijelaskan di atas, kalau dekonstruksi dipahami sebagai proses penghancuran terhadap anasir-anasir lama -dan Islam dianggap sebagai bagian dari anasir lama tersebut-, maka cetak biru Negara ini akan dibuat tanpa melibatkan Islam.
Kalaupun tidak bisa seratus persen meniadakan Islam, minimal cetak biru ini meminggirkan Islam dari pentas dinamika berbangsa di Negara ini. (*)