Anggota Komisi XIII DPR Ini Nilai Gagasan Kontroversi Gubernur Jabar Bertentangan dengan Prinsip HAM

×

Anggota Komisi XIII DPR Ini Nilai Gagasan Kontroversi Gubernur Jabar Bertentangan dengan Prinsip HAM

Bagikan berita
Anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh. (humas)
Anggota Komisi XIII DPR RI, Pangeran Khairul Saleh. (humas)

Dedi pun berencana menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat bagi masyarakat untuk menerima bantuan mulai beasiswa hingga berbagai bantuan sosial dari provinsi.

Hal ini bertujuan pemberian bantuan pemerintah, termasuk dari provinsi, lebih merata dan tidak terfokus pada satu pihak atau satu keluarga saja, mulai dari bantuan kesehatan, kelahiran, hingga bantuan lainnya.

Terkait rencana Dedi Mulyadi itu, Pangeran mengingatkan pada masa Orde Baru, program KB pernah dijalankan dengan tekanan administratif dan minim partisipasi publik, yang akhirnya menimbulkan trauma sosial jangka panjang.

“Saya khawatir hal serupa bisa terulang jika pendekatan seperti ini kembali digunakan tanpa memperhatikan konteks sosial dan hak individu,” terangnya.

“Menjadikan kepesertaan KB sebagai syarat bagi masyarakat miskin mendapat bantuan dari Pemerintah juga terkesan diskriminatif,” ucap Pangeran.

Selain persoalan vasektomi, Pangeran juga mengkritisi wacana militerisasi anak di sekolah melalui program-program kedisiplinan berbasis militer yang mulai dijalankan di wilayah Jabar.

Ia mengatakan, langkah tersebut bertentangan dengan Konvensi Hak Anak dan prinsip pendidikan yang humanis.

“Anak-anak harus tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mental dan fisik secara utuh, bukan ditanamkan doktrin kekerasan atau kedisiplinan ekstrem,” tutur Legislator dari Dapil Kalimantan Selatan I itu.

“Kebijakan militerisasi siswa sekolah melanggar hak-hak anak sebagai bagian dari hak asasi manusia. Artinya mengirimkan siswa ke barak militer itu juga melanggar HAM,” sambung Pangeran.

Ia pun mendorong agar seluruh kebijakan daerah yang menyangkut moral, dan masa depan masyarakat dikaji secara terbuka melalui diskusi publik yang melibatkan tokoh agama, pakar medis, masyarakat sipil, dan lembaga legislatif.

Editor : Mangindo Kayo
Bagikan

Berita Terkait
Terkini