Nah, kalau asas ini dipaksa diterapkan kepada perusahaan platform digital, maka sebaliknya perusahaan platform digital juga meminta agar asas ini sama-sama diterapkan kepada perusahaan pers. Jadi fair. Adil.
Maka, setiap perusahaan platform digital menyiarkan karya pers atau karya jurnalistik atau berita, yang diambil dari perusahaan pers, perusahaan platform digital itu wajib membayar sejumlah dana ke perusahaan pers. Katakanlah karena perusahaan pers memiliki publisher right atau hak penerbit.
Sebagai konsekuensi dari asas ini, maka sebaliknya, jika perusahaan pers ingin mengambil data apapun dari perusahaan platform digital, nantinya tidak lagi gratis. Otomatis juga harus bayar.
Pada kasus seperti ini, untuk memperkuat fakta berita dan struktur karya, perusahaan pers tidak lagi gratis mengambil dari perusahaan platform digital. Semua data, informasi yang diambil dari perusahaan platform digital, harus dibayar perusahaan pers. Tak ada lagi yang gratis.
Padahal, sebelumnya perusahaan pers boleh mengambil data, fakta dan infografik apapun dari platform digital secara gratis.
Kelak, sebagai konsekuensi adanya pengaturan publisher right di Perpers, semua kutipan dan data apapun dari platform digital harus dibayar.Bakal Rontok 70 Persen
Sekarang, kita tinggal berhitung, lebih banyak untung atau rugi jika Perpers tersebut disahkan dan diberlakukan? Lebih banyak manfaatnya atau mudaratnya?
Jawaban gamblang: jika Perpers soal ini jadi disahkan, maka sekitar 70% - 80% perusahaan pers digital bakal rontok. Mati. Dan kemerdekaan pers terhambat.
Pertama, selama ini sebagian konten dari perusahaan pers online atau digital, isinya sekitar 70% - 80% mengutip dan mengambil data dari perusahaan platform digital secara gratis. Dalam keadaan demikian saja, perusahaan pers masih kembang kempis, bahkan tekor.