Program-program penyediaan fasilitas antar-jemput siswa, sarapan sehat, makan siang gratis, dan jaminan keamanan serta pemeliharaan kesehatan bagi peserta didik yang multi sektor penting untuk dirumuskan.
Anak tidak nyaman, anak kurang gizi, anak tidak sehat, dan anak berintelijensi rendah karena stunted mana mungkin diharapkan kompeten meski diajar oleh seribu guru penggerak sekalipun.
Ambisi melibatkan anak-anak dalam suatu proses pembelajaran yang fullday dan berbasis proyek, pada kenyataanya, bisa jadi kontra produktif.
Para peserta didik yang tidak terjamin makan siangnya ini akan mengalami fenomena yang ironis. Suatu gejala anak-anak “dikirim ke luar rumah (Baca: ke sekolah) hanya untuk mengalami jam-jam panjang kekurangan gizi harian”.
Pemenuhan zat-zat gizi baik makro dan mikro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dewasa ini bukan lagi sepenuhnya tanggung jawab orangtua, akan tetapi otomatis telah menjadi tanggung jawab sekolah dan pemerintah juga sebagai penyelenggara sistem pendidikan nasional.
Pemberian makan siang gratis barangkali akan menjadi “senjata pamungkas” dalam perang melawan stunting yang salah satu medan pertempurannya berada di “sekolah.”Sekolah bukan lagi sekadar tempat siswa menimba ilmu, berlatih keterampilan, dan menempa karakter.
Lebih dari itu, pada saat yang bersamaan, sekolah juga memiliki potensi untuk diberdayakan sebagai pusat perjuangan terakhir.
Perjuangan guna mengompensasi kekurangan nutrisi yang mungkin terjadi selama anak di dalam kandungan ibu atau di masa Balita mereka.
Program “kejar tinggi badan” dan “kejar intelijensi” ini sangat bisa dipusatkan justru di sekolah, dan diintegrasikan dengan proses pendidikan yang dijalankan.