Kalau ota lapau saja, tidak lebih dari sekadar klaim sahaja. Sekali lagi, itu bohong!
Belakangan, di kampung kita, Sumatera Barat ini, ada pula tradisi baru bagi pemimpin yang suka mengklaim. Memvalidasi klaim itu dengan penghargaan.
Ya, penghargaan seakan-akan benar-benar jadi validitas keberhasilan kerja seorang pemimpin saat ini.
Sebagian dari penghargaan itu, ternyata tidak diberikan atas dasar penilaian yang intens di lapangan. Hanya sekadar adu dokumen dan self assesment (bahasa minangnya ota-pen) semata.
Klaim jadi lebih sempurna dengan berfotonya sang pemimpin dengan mengangkat piala atau piagam di tangannya.
Atau, sedang bersalaman dengan pejabat pemberi penghargaan itu.Kebohongan kolaboratif lah namanya, apabila dokumen yang diikutsertakan untuk mendapatkan penghargaan itu hasil “olah” sana-sini.
Untuk pemimpin seperti ini, tidak ada jalan dalam rangka menyadarkannya kecuali kritisisme.
Sayang, jiwa kritis masyarakat hari ini menumpul karena sudah bebal dengan perangai pemimpin seperti itu.
Kritik tidak dapat hanya sekadar ditelan bersama air liur saja. Air liur tidak akan bikin keresahan larut lalu pergi ketika kita meludah.