Penyerahan Kota Padang dari Residen Hoofd Tijdelijk Bestuur (HTB) van Straten ke Pd. Gubernur Militer Sumatera Tengah Mr. M. Nasrun yang dikuasakan oleh Anak Agung Gde Agung (Wakil Ketua Panitia Persiapan Nasional) di tanah lapang Plein van Rome atau Lapangan Imam Bonjol sekarang.
Serah terima itu, disaksikan ribuan pasang mata rakyat yang terharu ketika Sang Saka Merah Putih dikibarkan tanpa rasa ketakutan oleh tentara kita.
Mulai saat itu, Kota Padang di bawah kekuasaan RIS. Tidak lagi di bawah kekuasaan Belanda, tetapi penggabungan kembali Kota Padang dengan Republik Indonesia menanti ketetapan dari PPN.
Artinya, buat sementara Padang di bawah pengawasan Gubernur Militer Sumatera Tengah dan menunjuk dr. Rasidin jadi Walikota Padang yang ditugaskan mengambil alih kekuasaan atas kota.
Selesai pengambil alihan kekuasaan dari tangan Belanda, pada hari itu juga Walikota Padang dr. Rasidin mengumumkan penghapusan jam malam. Keadaan darurat perang (SOB) dalam Kota Padang tidak berlaku lagi.
Sesudah itu dr. Rasidin dikunjungi oleh Kapten Holt untuk menyampaikan pesan dari Kolonel Van Erp, bahwa mereka belum siap menghadapi perubahan yang mendadak tersebut.Alasannya, tentara mereka masih bebas berkeliaran dengan senjata lengkap.
Dr. Rasidin menjawab, ia tidak dapat dan tidak bersedia menarik pengumuman yang sudah tersebar luas. Terserah kepada Belanda untuk menunjukan kedisiplinan tentaranya.
Kapten Holt menelepon lagi walikota Padang dan mengatakan, tentara Belanda akan dilarang keluar tangsi.
Dan berkat kerjasama Belanda dengan polisi, serta pemimpin TNI, ketertiban dan kententraman tumbuh baik, sehingga Belanda mengizinkan tentaranya berangsur-ansur dalam jumlah terbatas, tanpa senjata dan uniform keluar dari tangsi dan berbaur dengan masyarakat.