Tapi, tidak ada satupun negara sunni yang mampu menolong Kuwait dan "mengusir" penjajah Irak. Akhirnya, semuanya (Kuwait, Arab Saudi dan negara sunni sekitarnya) kompak untuk meminta tolong kepada Amerika dan sekutunya.
Jadilah Amerika bercokol di Kuwait dan Arab Saudi sampai hari ini. Dan semua itu atas biaya dan tanggungan masing-masing negara itu.
Iran memang sedang dikuasai syiah. Semoga suatu hari mampu dikuasai oleh Sunni. Karena dahulu pernah 1000 tahun lebih, Iran dalam genggaman sunni.
Namun paling tidak, Iran itu disegani oleh para tetangganya. Ia mampu memproduksi dan memodifikasi senjata sendiri.
Bahkan ia mampu atau berani "mengusik" tetangga-tetangganya yang nakal. Dan sitetangga tidak berani sembarangan kepada Iran kecuali dengan bantuan (lagi-lagi) Amerika.
Bila banyak kaum muslimin sunni yang berbahagia karena Iran berani "merudal" israhell, dan memporak-porandakan sedikit gedung-gedung di Telaviv dan sekitarnya, itu bukan karena pro syiah.
Tidak sama sekali. Itu karena rasa bahagia dan "terobatnya" hati kaum muslimin melihat israhell merasakan (sedikit) apa yang dirasakan oleh rakyat P4lestina, khususnya G4za.Kalau ada orang jahat yang sangat terkenal jahat, lalu ada yang berani menjahatinya, pastilah banyak orang yang senang. Itu sangat normal dan manusiawi. Yang tidak senang justru gak normal dan telah hilang rasa perikemanusiaannya.
Begitulah hari ini realita negara-negara sunni. Tidak saja lemah dalam persenjataan, juga lebih cendrung "nyaman berkawan" dengan amerika dan zionis, dari pada terkena gangguan dari Iran atau negara sunni lainnya.
Jika hari ini Iran tumbang, karena memang kekuatannya sangat jauh di bawah Amerika dan israhell, maka tidak ada lagi kekuatan Islam yang "disegani" oleh negara kafir. Semuanya sudah dalam kendalinya, wajib "sami'naa wa atha'na.