Zakat dan Wakaf: Membangun Arus Baru Ekonomi Berkeadilan

Foto Muhibbullah Azfa Manik
Ilustrasi Zakat dan Wakaf: Membangun Arus Baru Ekonomi Berkeadilan

Ekonomi Islam tidak lahir sebagai jalan tengah kompromistis, melainkan paradigma alternatif yang berlandaskan Maqashid al-Shari’ah, tujuan syariat untuk menjaga keadilan dan kemaslahatan.

DI SEBUAH ruang tamu sederhana di Boyolali, Jawa Tengah, Siti Maryam tersenyum. Beberapa tahun lalu, ia adalah potret kemiskinan struktural, hidup dari belas kasihan tetangga.

Kini, setelah menerima modal usaha dari dana zakat produktif, warung kelontongnya menjadi penopang hidup keluarga.

Alhamdulillah, dulu dibantu, sekarang saya yang bisa ikut berzakat,” ujarnya.

Kisah Siti bukanlah sebuah anomali, melainkan bukti nyata bahwa instrumen ekonomi Islam—seperti zakat dan wakaf—bukan sekadar ritual ibadah, melainkan pilar fundamental bagi arsitektur ekonomi yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.

Di tengah ketimpangan global yang kian menganga, Islam menawarkan paradigma yang melampaui perdebatan usang antara kapitalisme dan sosialisme.

Selama lebih dari seabad, dunia terpolarisasi antara dua ideologi ekonomi utama. Kapitalisme, dengan premis kebebasan pasar dan akumulasi modal, terbukti mampu mendorong inovasi dan pertumbuhan.

Baca juga: Viral di Langit

Namun “tangan tak terlihat” Adam Smith kerap gagal mengatasi kerusakan lingkungan, memperparah kesenjangan sosial, dan menimbulkan konsentrasi kekayaan di segelintir elite.

Pertumbuhan yang dihasilkannya sering meninggalkan sebagian besar masyarakat di belakang.

Bagikan

Opini lainnya
Terkini