Kepergian Husni Kamil Manik (HKM) dalam usia yang relatif muda (41 tahun) memang menyisakan tanda tanya bagi banyak orang. Kontroversipun bermunculan terkait kematiannya yang mendadak, kemudian dihubung-hubungkan dengan pekerjaan beliau sebagai penyelenggara pemilu. Apapun yang dirumorkan di luar sana, hal itu merupakan konsekwensi logis dari keberadaan beliau sebagai tokoh publik. Jadi menurut saya tak ada yang salah dengan kontroversi. Bahkan menurut saya, kalau seseorang yang sudah mati masih diperbincangkan kesalahannya dan kebaikannya, maka tidak diragukan lagi bahwa dia orang besar. Dia orang yang pernah berbuat dan melakukan sesuatu yang besar. Jadi kenapa kita harus alergi dengan segala kontroversi?
Saya tertarik untuk menulis sekelumit hal tentang HKM, bukan karena saya sahabat dekat atau semacamnya. Secara pribadi saya tidak punya kenangan khusus dengan almarhum baik dalam pergaulan pribadi maupun dalam relasi kerja. Saya hanya seorang sahabat jauh yang --diam diam- melihat dari jauh. Melihat perjalanan seorang HKM dari daerah menuju Jakarta, semuanya seperti drama singkat yang memukau semua orang. Ibarat Panggung pertunjukan, aksinya membuat semua penonton terkesima. Dia tidak hanya melangkah dan berlari, tapi dia melompat, bersalto, dan tiba-tiba dia berdiri di tengah panggung yang disaksikan jutaan mata manusia. Tiba-tiba dia berada dalam sorotan kamera, berakrobat, dan ucapannya dikutip di mana-mana.Saya melihat, sungguh tangan Tuhan telah mengangkatnya ke sana. Sebagai Sang Pengatur dan Skenario terbaik, Allah tahu kapan pentas ini dimulai dan kapan diakhiri. Ketika jutaan mata penonton masih mengarah ke panggung, ketika sorot kamera masih mengarah ke aktor utama. Tiba-tiba sang aktor menghilang dari panggung. Allah mengambilnya saat pentas belum betul-betul berakhir, meninggalkan para musuh dengan pedang terhunus, musuh yang kebingungan, musuh yang kehilangan lawan bertanding, dan penonton yang bertanya-tanya dengan mulut ternganga, "kemana perginya sang aktor?". Sungguh hidup adalah sebuah keajaiban. Dalam hal ini saya bersetuju, bahagialah mereka yang mati muda. (*)