Beberapa waktu lalu, mantan Presiden ke-5 RI Ibu Megawati juga menyorot Minangkabau yang kehilangan tokoh sekelas tokoh tokoh pendiri Republik ini dulunya. Beliau juga menyorot hilangnya (nilai-nilai) gotong royong dan musyawarah di nagari di Sumatera Barat.
Menyimak dua pandangan tokoh nasional tersebut, bila ingin membela diri tentu bisa di jelaskan dengan berbagai argumentasi.
Misalnya soal ulama dan da'i. Itu dua hal yang berbeda. Ustad Das'at Latif dan Ustad Maulana adalah dua dai yang populer di televisi dan di medsos.
Tapi apakah kedua beliau ulama? Belum tentu.
Ustad Das'at latif bukanlah doktor bidang agama, beliau sekolah komunikasi dan mungkin mengetahui ilmu agama walau tak sebanyak ratusan putra Minang yang tamat Al Azhar Kairo atau IAIN yang sekarang beralih status menjadi UIN.
Tapi kedua ustad tersebut yang disebut Pak JK itu memang aktual, populer, kajinya sederhana, mudah dicerna dan itu disukai pemirsa model sekarang.
"Jamaaaaah...! Kata Ustad Maulana.Terlepas dari itu dan untuk apa pula membela diri? Maka saatnya bagi masyarakat Minang di ranah dan rantau untuk memikirkan bersama bagaimana merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi semua hal yang terkait dengan usaha memajukan sumber daya manusia Sumatera Barat secara berkelajutan.
Persoalan ini sebenarnya bukanlah masalah baru. Ini sudah menjadi isu tahunan, sejak saisuak atau berpuluh tahun yang lalu.
Namun, kalau kita perhatikan secara cermat, sebenarnya tak pernah surut niat dan usaha para keluarga di Minangkabau untuk menyekolahkan anak anaknya setinggi mungkin, baik di bidang agama maupun di bidang ilmu umum.