Tak sedikit intelektual Minang berkiprah dalam berbagai profesi, baik yang lahir di luar Sumatera Barat maupun di Sumatera Barat sendiri.
Tapi, khususnya putra Minang yang lahir dan besar di rantau, kadang tak diketahui bahwa dia berasal dari Ranah Minang. Minggu lalu, masjid Buncit Indah tempat kami menjadi jemaahnya mengundang Dr. Adi Warman yang terkenal itu. Sebelumnya saya tak tahu beliau berasal dari mana.
Tapi, waktu ketemu saya di masjid itu, beliau langsung bertanya, "Baa kaba Pak?" Saya terkejut, lalu bertanya, "Ustad dari mana?" Dalam bahasa awak lalu beliau menjelaskan, "Urang gaek ambo namonyo Azwar Karim, dari Jao Padang Panjang."
"Oh.., beliau pengacara ya," kata saya.
"Kok Bapak tau?" Tanya beliu. "Saya pernah mendengarnya," jawab saya.
Sebelumnya, waktu Lebaran Haji lalu, yang berkhotbah di mesjid yang sama adalah Dr. Azmi, mubaligh tamatan Sudan.Saat ketemu saya, beliau langsung bersalam dan memeluk saya, lalu bercerita banyak hal. Rupanya beliau orang Padang dan punya isteri orang Sudan.
"Sakali-sakali ambo lai pulang juo," kata ahli ekonomi syariah yang kini keahliannya dipakai oleh sebuah bank syariah nasional itu.
Dari dua pengalaman kecil itu, menurut pandangan saya, kita tak perlu khawatir tentang semangat keluarga-keluarga Minang untuk menyekolahkan anaknya setinggi tingginya dan kemudian secara pribadi sukses dalam berbagai profesi.
Pertanyaan saya adalah, adakah peran pemerintah daerah dan DPRD serta organisasi-organisasi Masyarakat Minang yang semakin hari semakin banyak itu untuk memberikan dorongan atau stimulus bagi kemajuan putra putri Minang secara berkelanjutan?