Perilaku manusia juga ikut berperan menjadi faktor penyebab banjir di kota ini. Hal ini terjadi karena kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan, sampah dan limbah rumah tangga langsung dibuang ke sungai. Lingkungan perkotaan yang kotor dengan sampah berserakan akan berdampak ketika musim hujan, sampah-sampah akan terbawa arus air hujan.
Kemudian membuat saluran drainase tersumbat dan menyebabkan volume air dalam saluran dan sungai melebihi kapasitas. Tumpukan dan endapan sampah yang tersangkut di dasar sungai tersebut mengakibatkan sungai menjadi dangkal sehingga daya tampung sungai semakin berkurang dan kecil maka terjadilah luapan air dan banjir dari sungai.
Terjadinya peristiwa banjir maupun munculnya titik-titik genangan air di Kota Padang beberapa bulan terakhir seharusnya dapat dijadikan bahan evaluasi bersama sebagai bentuk usaha pemerintah dan masyarakat dalam menjaga kualitas lingkungan yang baik.
Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan menjadikan kawasan pantai sebagai area pengelolaan air dan resapan perkotaan sangat dibutuhkan. Perencanaan tata ruang kota dan wilayah yang sejalan dan seimbang dengan alam serta kegiatan konservasi air menjadi sebuah upaya pencegah terjadinya bencana banjir. Kegiatan pembangunan berdasarkan penataan ruang kota dan wilayah dengan peristiwa banjir menjadi dua hal yang saling berhubungan satu sama lainnya karena apabila tata ruang kota dan wilayah dilaksanakan dengan baik dan benar maka banjir tidak akan terjadi.
Berdasarkan peristiwa yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini, pemerintah kota sebenarnya dapat melakukan evaluasi secara koprehensif agar terciptanya kondisi kota yang lebih aman dan nyaman. Upaya tersebut dapat berupa kegiata seperti:
1. Melakukan evaluasi terhadap tata ruang kota, apakah pemanfaatan ruang kota sudah sesuai dengan RTRW, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maupun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).2. Penertiban dan memberi pemahaman hingga penindakan terhadap masyarakat yang dengan sengaja melanggar aturan tata ruang kota.
3. Melakukan evaluasi dan koreksi tehadap bangunan dan lingkungan di daerah pusat kota terhadap kesesuaian antara koefisien dasar bangunan (KDB) dengan 30 persen ketersediaan untuk koefisien dasar hijau (KDH), dengan tujuan agar persentase perbandingan antara ruang terbuka yang berada di luar ruangan, terhadap ruang terbuka hijau, dan luas lahan tercapai.
4. Melakukan revitalisasi/ normalisasi terhadap saluran drainase, selokan dan sungai yang ada di seluruh wilayah kota, yang memungkinkan sebagai penyebab terjadinya banjir maupun genangan. Kegiatan ini tentunya dilakukan secara rutin, dan tidak hanya dilakukan pada saat terjadinya bencana saja. Masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama dengan melakukan kegiatan gotong secara rutin.
5. Pemerintah Kota, terutama instansi dan dinas terkait untuk lebih optimal dalam mengatasi permasalahan banjir dan genangan ini.