Irwan Prayitno dengan istrinya, Nevi Zuairina di DPR-RI; Nasrul Abit (alm) dengan adiknya Muchlis Yusuf Abit di DPRD Provinsi; Ali Mukhni (alm) dengan anaknya M Iqbal di DPRD Provinsi; Epyardi Asda dengan anak perempuannya Athari Gauthi Ardi (DPR RI).
Selanjutnya, Khairunas dengan beberapa orang anak dan menantunya; Zigo Rolanda, Yogi Pratama dan M Iqra Cissa Putra yang masing memperoleh suara terbanyak sehingga terpilih menjadi Anggota DPR-RI dan Anggota DPRD Propinsi.
Mungkin masih ada lagi kasus-kasus keberhasilan lain politik keluarga di Sumatera Barat, yang luput dari pengamatan penulis.
Fenomena ini memang menjadi hal lumrah terjadi dalam dunia politik nasional maupun lokal di Indonesia khususnya, dan di pentas politik global pada umumnya (Buehler, 2013).
Apalagi dalam konteks demokrasi prosedural yang sedang berlangsung saat ini di Indonesia. Dalam konteks ini, maka praktik politik dinasti ataupun politik keluarga, tidak sesuatu yang dilarang sehingga tidak ada ketentuan yang dilanggar.
Bahkan mereka yang terpilih tersebut memiliki legitimasi politik yang kuat, karena dipilih dengan mekanisme suara terbanyak.Namun demikian praktik politik tersebut pada suatu negara dapat diyakini bahwa fenomena ini menjadi indikasi bahwa demokrasi di suatu negara tersebut tidak berjalan dengan baik. (Buehler, 2013).
Bila sebelumnya Aspinal dan As’ad (2016) menilai bahwa politik keluarga di berbagai negara di belahan dunia, termasuk di Indonesia tidak akan menjadi tantangan yang serius sehingga ancaman politik keluarga terhadap kinerja demokrasi tidak terlalu jelas, sepertinya penilaian ini menjadi lemah.
Berangkat pada kasus relatif banyak yang berhasil dari pada yang tidak berhasil, sepertinya penilaian bahwa politik keluarga akan mengalami kegagalan, karena “persaingan sumber otoritas politik yang hebat” agaknya mulai terpatahkan.
Dengan begitu para analis politik, termasuk pegiat demokrasi harus berpikir ekstra untuk memutar akal agar arus politik keluarga tidak semakin berkembang-biak sehingga dapat ‘merapuhkan’ dan bahkan membunuh ‘demokrasi sejati’ yang sedang dalam proses menemukan bentuknya di Indonesia.